Anggraini Setiawan adalah seorang
ladies, tapi dia ngak suka berpenampilan modis selayaknya seorang ladies. Gadis
yang biasa dipanggil Awan itu lebih suka berpenampilan belel, karena itu yang
membuat dirinya beda dari ladies lainnya. Beda dengan temannya, seorang cowok
tapi berhati lembut. Namanya Angga Herdian Saputra, terlahir dari kalangan
keluarga yang religious, itu yang membuat Angga bak seorang ustad.
“Angga mau ke mana loe?”
“Saya mau ke mesjid, ada jadwal
ngajar anak-anak ngaji. Mau ikutan?”
“Gue, ngak deh. Gue tunggu loe
disini aja.”
“Ya sudah, saya jalan dulu.
Assalamu ‘alaikum”
Angga tidak pernah lelah dengan
aktifitasnya. Meskipun kesehariannya ful dengan aktifitas dikampus, tapi dia
juga tidak pernah lupa menyisakan tenaganya untuk mengajar ngaji anak-anak.
Beda dengan Awan yang tidak pernah lepas dari aktifitas nongkrongnya. Dikampus
dia hanya kuda-kuda alias kuliah datang kuliah datang atau pun kupu-kupu alias
kuliah pulang kuliah pulang. Ngak ada yang istimewa darinya selain
kecantikannya. Cantik pun juga tidak terlihat karena dia tomboy.
“Assalamu ‘alaikum…”
“Ada apa Ngga?” Dengan setengah
sadar Awan mengangkat telpon dari Angga.
“Kamu dimana? Saya dapat laporan
dari teman kelas kamu, katanya kamu ngak masuk kuliah lagi.”
“Huft…laporan lagi, laporan lagi.
Ya jelas gue ngak masuk orang gue baru bangun.”
“ya sudah sekarang cepat kamu
siap-siap, saya jemput kamu. Seperempat jam lagi nyampek rumah kamu.”
“Angga…Angga, gag usah….” Belum
selesai menyela namun Angga sudah mengakhiri telponnya.
“Wa’alaikumsalam…..”
Huft…apaan sih Angga, nganggu
orang mimpi aja. Gerutu
Awan, walaupun akhirnya dia harus mandi dan siap-siap. Namun begitulah si Awan
alias Anggraini Setawan, disela-sela menunggu kedatangan Angga dia sempatkan
untuk melanjutkan mimpinya.
“Awan…Awan…, bangun nak ada nak
Angga.” Teriak ibu Awan.
“Nak Angga tunggu sebentar ya,
saya bangunkan dulu Awan.” Kebiasaan ini Awan jam segini belum bangun. Ada
jam kuliah malah masih ngorok. Gerutu ibu Awan.
“Iya tante.”
Setelah menunggu beberapa menit,
akhirnya orang yang ditunggu muncul, walaupun masih setengah sadar. Awan
berpenampilan seadanya, tanpa make up sedikit pun yang melapisi wajah
cantiknya. Rambutnya juga masih terlihat acak-acakan. Hanya mengenakan topi
dikepalanya yang sudah menjadi tradisi setiap pergi kuliah.
“Ngapain sih loe njemput gue,
ngak tau apa orang lagi enak-enak tidur. Loe kan ustd, harusnya tau menganggu
orang tidur itu dosa. Kata loe tidur itu kan ibadah.”
“Iya bu ustad. Sudah
ceramahnya….? Mari sekarang berangkat. Nanti keburu terlambat lagi kita.”
Dengan buru-buru Angga menarik tangan Awan.
“Assalamu ‘alaikum tante…”
“Wa’alaikumsalam, hati-hati…”
Sudah menjadi kebiasaan Angga
menjemput Awan kala Awan lupa dengan jadwal kuliahnya. Mereka memang beda dari
segi apapun, tapi bagi Angga perbedaan itu tidak menjadi penghalang untuk
persahabatannya. Sudah sejak lama mereka bersahabat, walaupun sempat terpisah
di bangku SMP dan SMA, karena Angga harus melanjutkan kehidupannya didunia
pesantren. Namun, mereka masih bisa bersatu di Universitas yang sama.
“Awan, bangun! Ini sudah nyampek.
Usap muka kamu. Ini tisyu.” Sambil menyadarkan diri Awan membasuh mukanya,
dengan tisyu pemberian Angga.
Angga tidak pernah mengeluh
dengan tingkah laku temannya. Karena menurutnya setiap orang mempunyai latar
belakang yang berbeda. Itu yang membuat Angga menerima Awan apa adanya.
Setelah selesai kuliah, Angga
selalu menyempatkan diri untuk berbincang sebentar dengan Awan. Mungkin memberi
nasehat atau membicarakan hal lain. Kasih sayang Angga terhadap Awan ini bagai
kasih sayang seorang ustd untuk santrinya. Tak pernah keluh kesah walaupun menjengkelkan,
tak pernah minta balasan walaupun melelahkan. Semua dia lakukan dengan
keikhlasan.
Suatu saat Angga mengalami
cedera. Dia harus berbaring di rumah sakit dengan keadaan lemah. Dia difonis
mengalami infeksi disalah satu ginjalnya. Menurut pemeriksaan dokter, sakit
yang dialami Angga sudah sangat kronis dan membutuhkan donor ginjal secepatnya.
Setelah beberapa pekan Angga belum juga mendapatkan donor ginjal tersebut.
Namun disinilah terlihat dua
persahabatan yang tulus. Walaupun Awan sosok gadis yang cuek, namun dia masih
mempunyai seutas kasih untuk sahabatnya yang selalu ada untuk dirinya. Awan tak
rela jika harus melihat Angga terus berbaring dengan sakit yang ia rasakan.
Seolah Awan merasakan sakit yang Angga rasakan. Angga tidak lagi bisa
beraktifitas, tidak lagi bisa masuk kuliah, sedangkan Awan tahu begitu
pentingnya kehadiran Awan diorganisasi-organisasi yang Angga geluti. Dari sini
Awan mempunyai niat untuk mendonorkan satu ginjalnya untuk seorang sahabat.
Setelah mendapat izin dari
dokter, dan ternyata ginjal Awan memang sehat. Semakin bulat tekadnya untuk
mendonorkan ginjalnya.
Sehari sebelum proses operasi,
Awan menghabiskan waktunya untuk menemani Angga. Takut jika selamanya ia tidak
bisa menemani sahabatnya dalam gunda maupun tawa. Disela-sela waktunya dia
sholat dan berdo’a, minta petunjuk kepada Tuhannya agar tak ada satupun yang
gagal dalam operasi besar itu.
“Tuhan, aku memang hambaMu yang
berlumpur dosa. Namun aku siap jika harus pulang menujuMu demi sahabatku. Aku
tak rela melihatnya terus merasakan sakit. Dia adalah hambaMu yang taat akan
perintah dan laranganMu. Masih banyak orang disana yang membutuhkan
kehadirannya. Terutama aku, aku berharap satu ginjalku ini bisa membuatnya
bangkit kembali. Aku rela Ya Rabb. Amiin…” Awan mengakhiri do’anya dengan sujud panjang.
Angga mendengar permohonan Awan
dengan Sang Pencipta kehidupan. Dia sangat terharu, ternyata dibalik
perilakunya yang tomboy dan cuwek, Awan masih mempunyai hati yang tulus. Ingin
rasanya Angga menolak pemberian donor itu, tapi Angga tak mempunyai daya apapun
untuk bicara bahkan bergerak. Dia hanya bisa membalas dengan do’a dalam hati.
Agar semuanya selamat dan berjalan dengan lancar.
Proses operasi pun berlangsung.
Dengan bacaan bismillah Awan mengikhlaskan ginjalnya diangkat. Setelah kurang
lebih tiga jam proses operasi besar itu dilakukan. Akhirnya semua usai dengan
menakjubkan. Atas izin Sang Kuasa proses operasi itu berjalan dengan lancar.
Meskipun masih lemah, Awan ternyata masih bisa menghirup udara seperti biasa.
Bahkan dia tidak merasakan ada salah satu anggota tubuhnya yang hilang.
“Ya Rabb, gue masih hidup…???” Awan seakan tidak percaya dengan
apa yang dia rasakan. Dia tak usai-usainya bersyukur kepada Sang Kuasa.
Sehari setelah operasi, Awan
merasa keadaannya sudah membaik. Awan berkunjung ke ruang dimana Angga dirawat,
untuk memastikan keadaan Angga. Dibalik jendela ruangan Angga, Awan sudah bisa
mendengar suara Angga bercakap dengan keluargannya. Awan menghapus butiran air
mata yang keluar, dia begitu terharu karena masih bisa merasakan kebersamaan
dengan sahabatnya. Perlahan Awan membuka pintu ruangan Angga, dan berusaha
memperlihatkan raut muka seperti Awan yang biasanya.
“Loe dah sembuh?” Celetuk Awan
dengan nada tomboinya.
“Alhamdulillah sobat. Tanpa kamu
saya pasti tidak bisa lagi merasakan indahnya dunia ini.”
“Gue…,loe ngomong apa sih? Ngak
ngerti gue.”
Dengan perlahan Angga menarik
tangan Awan dan meletakkan didadanya. “Maukah kamu menjadi separuh dari
jiwaku…?” Awan terkejut dan terlihat bingung dengan arah pembicaraan Angga.
Awan berusaha mengalihkan pembicaraan dengan berlagak tidak paham.
“Eh…loe nglantur ya, sudah sembuh
kok malah ngak jelas sih.”
“Saya serius Awan.”
“Loe piker gue ngak serius. Loe
salah alamat kali. Gue sama loe kan bagaikan air dan minyak yang ngak akan bisa
bersatu tapi hanya bisa bersahabat. Lihat air dan minyak mereka sama-sama benda
cair tapi susah untuk bersatu. Sama dengan gue ma loe. Loe seorang yang alim,
sedangkan gue….” Awan tertawa dengan keadaan yang menegangkan ini. Mencoba
membuat suasana menjadi cair dan tidak membeku.
“Saya akan menyatukan perbedaan
diantara kita dengan perantara ginjal yang ada ditubuh saya. Saya tidak akan
menganggap kita bagai air dan minyak tapi saya akan menganggap kita bagaikan
air dengan gula yang akan bersatu selamanya. Di dalam tubuh saya, ada sebagian
anggota tubuhmu. Yang mana keduanya harus terus menyatu walaupun beda raga. Dan
perbedaan diantara kitalah yang akan menghiasi indahnya bahtera kehidupan kita.
Sesuai dengan namamu Anggraini. Aini yang berarti mata, maka saya akan
menjadikanmu sebagai mata dalam kehidupan saya
kedepan di dunia dan akherat. I LOVE YOU…”
Dengan mengenggam erat tangan
Angga, Awan membalas cinta Angga. “ILOVE YOU TO…..” Air mata bercucuran
diruangan rumah sakit itu. Suasana haru dan bahagia itu bercampur menjadi satu,
memenuhi seisi ruangan.
The end
0 komentar:
Posting Komentar