Selasa, 11 September 2012

ADAKAH CINTA UNTUK SI HAWA…??

Tentang rasa yang tak pernah dimengerti. Tentang cinta yang dirasa hampa. Mengurai kisah cinta seorang hawa, yang memiliki cinta yang entah bagaimana cara mengespresikannya. Apakah cinta hanya milik sang Adam?? Bagaimana dengan Hawa yang merasakan cinta…apakah takdir seorang Hawa hanyalah menerima cinta…

Hawa itu bernama Yuvita Salekhah Larasati, Yuvi sering orang memanggilnya. Berkepribadian tertutup meskipun mempunyai sifat periang. Tak banyak orang tahu akan masalah yang di rasanya. Entah bagaimana cara dia mengatasi masalah hidup dengan sendirinya.

Suatu ketika di kamar di mana dia membaringkan tubuh mungilnya. Hand phone miliknya berdering, terlihat beberapa massage di layar hp nya dari seseorang.

K Ihsan
Bagaimana kabar??

K Ihsan
Met istirahat..

Tak ada satu pun massage Ihsan yang terbalas oleh Yuvi. Cuek, ya…gadis mungil ini terkesan cuek, apa lagi dengan lawan jenisnya. Hati nya tak kunjung luluh dengan tawaran cinta yang kerap menghampirinya. Entahlah apa yang menjadi tujuan nya dengan hidup yang serba apa adanya. 

Apakah tak ada kata cinta di perbendaharaan pikirannya, atau mungkinkah tak ada sedikit rasa pun kepada seorang lawan jenis yang dikenalnya…memang tak mudah menebak pikiran gadis ini. Jika banyak gadis seumurnya yang kerap kali sakit hati karena masalah cinta, berbeda dengan gadis ini, sepertinya tak sama sekali dia berpikir tentang masalah hati.

“Yuvi…tak adakah tempat dihatimu untuk sekedar menyimpan namaku…??? Aku sunguh sayang kamu…tolong berilah sedikit celah dihatimu untuk ku…” Pria tampan itu tak putus asa merengek cinta pada Yuvi, yang pasti jawaban tak sedap akan dilontarkannya. Yuvi hanya tersenyum, tak ingin ada yang tersakiti dengan sikapnya yang terlalu dingin akan cinta, namun itulah Yuvi, yang tak tahu kapan akan membuka hati untuk orang yang menaruh hati padanya.

“Sekali lagi maaf…mungkin aku bukan lah orang yang kamu cari selama ini, jika hanya sebatas teman mungkin aku akan lebih bersedia, namun jika kamu meminta lebih dari itu, maaf…aku tidak bisa…” Jelas Yuvi pada Ihsan, yang tiada henti meluluhkan hati Yuvi.

Yuvi hanya disibukkan dengan jadwal perkuliahan, dia lebih senang bergelut dengan materi-materi perkuliahan dan teman-temannya dari pada harus memikirkan masalah cinta. Suatu saat ketika Yuvi berbincang dengan ibunya melalui seluler. “Nak…gimana??”

“Apa mi’??” Tanya Yuvi yang tak tahu maksud umi’nya..

“Itu…yang pernah umi’ bicarakan dulu…” 

“Hemm…mi’…mi’…umi’ selalu begitu…insya Allah mi’…do’akan saja…” Jelas Yuvi.

Yuvi adalah salah satu anak yang menjadi harapan orang tuanya, selain karena posisinya yang menjadi anak pertama, juga karena usia orang tuanya yang menginjak usia senja, tak sabar sepertinya orang tua Yuvi melihat anak sulungnya segera menemukan pasangan hidup dan memberikan seorang cucu bagi mereka. Untuk itulah tak bosan orang tua Yuvi selalu menanyakan perihal itu pada Yuvi. Ternyata mereka mengidamkan seseorang yang dianggapnya pantas menjadi pendamping bagi Yuvi. 

Sejak perbincangannya dengan orang tuanya mengenai seseorang yang di inginkan orang tua Yuvi, sejak saat itulah Yuvi sedikit berpikir, dengan usianya yang menginjak 20 tahun tak mungkin selamanya Yuvi tak memikirkan masalah pendamping hidupnya. Apa lagi menanggapi keinginan orang tuanya yang kerap kali menanyakan persoalan itu. Sering kali Yuvi terdiam, seperti tersekak oleh perbincangan orang tuanya yang tak searah dengan dirinya. Namun begitulah harapan semua orang tua yang menginginkan anaknya mendapatkan yang terbaik untuk masa depannya.

Meskipun demikian Yuvi tak jauh beda dengan hari-hari sebelumnya. Sifat cueknya masih saja mengandrungi dirinya. 

Lagi-lagi hand phone gengamnya berdering. Kali ini dengan nama Mas Izul. Dengan segera Yuvi membalas massagenya.

Yuvi
Alhamdulillah baik mas, aku dikampus…
Jawabnya dengan tangan yang masih gemetaran.

Mas Izul
Besok aku pulang, kamu gag pulang?

Yuvi
Hem…tidak, masih ada acara kampus mas…

Setelah beberapa kali berkirim kabar melalui seluler dengan Izul, sejak saat itu pikiran Yuvi menjadi resah. Tanpa di sadarinya terkadang lamunanya membayangkan sosok Izul yang entak mulai kapan masuk dalam memorinya. Berawal dari orang tuanya yang sering kali menanyakan hubungannya dengan Izul hingga akhirnya muncul sedikit rasa pada sosok Izul. Yuvi pun sesegera mungkin menepiskan lamunanya, tak ingin rasa itu masuk terlalu dalam di hatinya. Tak ingin pula orang lain tahu, bahwa hatinya kini mulai pulih, pulih dari sifat cuek yang dimilikinya selama ini.

Namun kini kenyataan yang dihadapinya terlalu menyanyat hati. Sedikit cinta yang mulai tumbuh tak sama sekali terlihat tanda-tandanya. Dia yang harus menanti kini mulai merasa lelah dengan penantian yang diharapkannya. Hanya dengan bait-bait puisinya dia mengespresikan rasa yang mulai tumbuh.  

Apakah ini rasa yang sesungguhnya..
Apakah ini rasa yang datang bukan karena terpaksa…
Apakah rasa ini bernama cinta…
Aku tak mampu memahaminya…

Ulahku terlalu lucu untuk dipadu,
Caraku terlalu membuat diriku malu,

Hal yang tak pernah aku tahu…
Adakah rasa yang sama dihatimu…
Tentangku…

Sosok yang membuat hati seorang Yuvi luluh, hanya dengan beberapa kali pertemuan saja. Namun sayang entah lah Tuhan menyematkan rasa yang sama atau tidak dihati seorang Izul untuk Yuvi. Kini sering air matanya mengalir membasahi pipinya saat memikirkan sosok Izul, sujud panjangnya mengadu masalah hati yang sering membuatnya kelu. Baginya hanya Tuhanlah sang pemilik cinta yang bisa membuatnya tenang kembali. Sehingga syair pun tercipta dari lubuk hati terdalamnya. 

Aku mencinta,
Namun tak ku rasa,
Aku memuja,
Namun tak ku kata,
Semua sembunyi di balik hati,
Semua membeku dalam angan,
Bukan ku apatis dengan perasaan,
Bukan ku berpasrah dengan keadaan,
Namun ku hanya ingin menanti secercah cahaya cinta yang datang karena Nya bukan karena nafsu belaka,
Karena ku ingin cinta yang selamanya,
Bukan cinta yang sementara,

Dengan bait-bait puisi yang di tulisnya, setidaknya sedikit membuat hatinya tenang. Walau hatinya penuh dengan keyakinan, namun scenario Tuhan siapa yang tahu. Hanya do’alah sebagai penguat keyakinan akan pada siapa kelak hatinya bertaut. 

Apa seperti inikah rasa yang pernah dirasa oleh orang-orang yang pernah menaruh hati padaku?? Ataukah lebih sakit dari yang aku rasa saat ini…sekarang semua setimpal, karena aku saat ini merasakan apa yang pernah mereka rasakan padaku…

Memori Yuvi mengingatkan pada orang-orang yang pernah menaruh hati padanya. Kini semua menghilang, saat dia benar-benar butuh seorang penenang. Hanya Tuhan lah yang tertinggal sebagai kekasih yang sesungguhnya sebagai sahabat selamanya.

Ku mulai dengan ungkapan syukur,
Syukur atas semua pemberian-Nya,
Atas kenyataan,
Atas perasaan,

Semakin lama rasa ini semakin menjadi,
Dan semua itu tak dapat ku pungkiri,
Korelasi dan integrasi antara ikatan yang tak ada imbalan,

Aku memang bukan pahlawan cinta yang selalu tersindrom karenanya,
Walau kadang aku berharap hanya dapat senyuman,
Namun apa guna jika semua itu ada karena nafsu belaka,
Bukan harapanku semata,

Lebih baik ku simpan saja di lubuk hati yang terdalam,
Biar perih,
Namun hanya aku yang merasa,
Bukan dia,

Biar ku berteman dengan Tuhan sang pencipta rasa,
Biar rasa ini abadi tuk selamanya,
Walau tak terbalas olehnya,
Namun setidaknya pernah ada rasa tentangnya,

Hanya cinta seorang Izul yang mampu mencairkan hati Yuvi. Bukan karena pangkat akademik yang dimiliki Izul yang membuat Yuvi begitu terperangkap dalam jarring-jaring cintanya, melainkan karena sosok Izul yang dianggapnya memiliki karisma tersendiri saat kali pertama mereka bertatap. 

Ditengah gelapnya malam, di tengah lelapnya umat berbaring melepas lelah. Suara isak tangisnya terdengar dalam ruangan kamar kostnya. Yuvi mengadukan semua permasalahan hatinya pada Sang pencipta rasa yang telah menumbuhkan rasa di hatinya.

“Tuhan…adakah cinta untuh seorang Hawa…??Cinta yang Engkau tanamkan dihatiku begitu sadu…tapi aku hanyalah HawaMu yang tak mempunyai daya apa-apa, tak sanggup rasanya jika penantian ini berlalu begitu lama, karena hamba adalah insan biasa, maafkan hamba jika rasa ini melebihi rasaku padaMu ya Rabb…tapi sungguh itu bukan mauku…”

Air matanya membanjiri putih mukena yang dipakainya. Senggukan tangisnya membangunkan teman satu kost yang perlahan-lahan mulai membuka mata, menamati gerak Yuvi. Meski rasa kantuk Ruri teman satu kost Yuvi, masih mengandrunginya, perlahan Ruri mendekati Yuvi yang duduk bersila diatas bentangan sajadahnya.

“Sabar Yuvi…” Ruri mencoba menenagkan Yuvi, walau tak tahu asal masalah yang dihadapi Yuvi. Matanya masih setengah watt. Tapi tak tega Ruri melihat sahabatnya yang tak pernah sebelumnya Ruri melihat Yuvi menangis. Dengan spontan Yuvi memeluk tubuh Ruri yang masih sempoyongan. Ruri semakin terkaget dengan ulah sahabatnya. Matanya semakin terbuka lebar, rasa kantuk tak lagi dirasanya.

“Jika kamu percaya sama aku, ceritalah…dengan senang hati aku akan mendengarkan masalah kamu Yuvi…” Dengan bijak Ruri menenagkan Yuvi yang tak henti-hentinya menangis. Matanya semakin terlihat sembab, namun tak satu katapun keluar dari mulutnya.

Yuvi menganggukkan kepalanya, senyumnya merekah terpaksa. Yuvi tak ingin terlihat rapuh, diusapnya air mata yang melinang melintas dipipinya. 

“Maaf jika kamu terbangun karena aku Ruri, aku ok kok.” Yuvi meyakinkan pada sahabatnya akan dirinya. 

Ruri kembali keranjang tempat dia merebahkan tubuhnya. Diperhatikan tingkah Yuvi sahabatnya yang terlihat resah. Namun tak banyak yang bisa diperbuatnya untuk sahabatnya, karena sikap Yuvi yang sangat tertutup.
Mata Yuvi perlahan tertutup, mungkin karena lelah dengan tangisnya, sehingga hanya beberapa menit saja Yuvi tertidur. Ruri masih memandangi Yuvi, sikapnya semakin aneh akhir-akhir ini. Yang dulu Yuvi adalah seorang periang, kini periang itu semakin menghilang. Ruri melihat ada sebuah buku yang tergeletak disamping tempat dimana Yuvi melepas lelah tubuhnya. Ruri segera mengambil dan membaca isi agenda yang selama ini membuatnya bertanya-tanya akan isinya. Tanpa dirasa air matanya meleleh. 

“Subkhanallah…” Kepala Ruri tak henti-hentinya menggeleng. Ternyata tanpa diketahuinya selama ini sahabatnya mempunyai masalah yang begitu berat. Mungkin jika Ruri berada diposisi Yuvi, entah bagaimana dia menghadapi masalah yang tak semua wanita sepertinya mampu mengatasi masalah itu. Bait puisi yang ditulisnya terasa menyanyat hati. Kata-kata indah itu mewakili perasaan yang mungkin selama ini dia sembunyikan hanya dalam hati.

Yuvi terbangun mendengar suara adzan subuh. Dilihat sahabatnya Ruri yang memandangi dirinya. Air matanya kembali meleleh ketika melihat buku agenda ada dalam genggaman Ruri.

“Yuvi…kenapa kamu tak pernah menceritakan sedikit pun masalah yang kamu hadapi…??” Ruri membuka pembicaraan.

“Maaf…bukan aku tidak percaya  kamu, tapi aku takut jika semakin aku membuka mulut, maka masalahku ini akan membebani orang lain. Terutama kamu Ruri.” Jelas Yuvi.

“Yuvi aku ini sahabatmu, apa guna sahabat jika tak pernah tahu bahwa sahabatnya sedang luka. Tapi aku mulai tahu, bahwa ternyata kamu bukanlah seperti sesosok Yuvi yang aku pikirkan. Aku berpikir kamu adalah orang yang beku akan cinta, tapi ternyata tidak. Hemmm…tenang Yuvi, kita akan cari bersama solusi cinta yang kamu alami. Selama Tuhan masih dekat dengan kita, maka tak akan ada yang sulit untuk kita mohon pada Nya. Rencana Tuhan lebih indah dari apa yang kita pikirkan.” 

“Terima kasih Ruri…” Air mata berjatuhan ditengah-tengah keduanya.  

Seusai keduanya menjalankan shalat subuh, mereka khusuk dengan do’a masing-masing. Mengadu dan memohon akan masalah hati yang dirasanya.

“Tuhan jika cinta itu tersemat dihati seorang Hawa, maka kasihanilah dia yang tak punya kekuatan tuk mengatakannya. Kekuatan yang dia punya tak lain adalah dari Mu. Hati yang begitu lembut Kau cipta untuk nya seorang Hawa, maka jadikanlah cinta yang dirasa berbuah indah. Kau lebih mengetahui atas apa yang tak ku ketahui Ya Rabb…Amiin…” Setegar dan sekuat Yuvi dalam menghadapi masalah, namun hanya masalah cinta yang dirasanya lah yang mampu membuatnya berbanjiran air mata. Karena begitulah seorang Hawa yang menyimpan cinta dihatinya.

Untuk Adam…
Andai hati seorang Hawa tercipta bak hati seorang Adam,
Mungkin dunia tak seindah yang dirasa…
Begitulah Tuhan Sang Pencipta, yang menciptakan Hawa dengan keindahan dan kelembutan,
Namun Hawa jugalah manusia…
Yang memiliki cinta, sama dengan seorang Adam…
Andai Adam tahu bagaimana sakit yang dirasa saat sebuah rasa tersemat dihati Hawa untuk seorang terkasihnya,
Namun hanya penantian yang mampu diperbuatnya,
Karena apalah daya…
Tuhanlah yang Maha Mengetahui atas sesuatu…









     

Jumat, 03 Agustus 2012

SI PEMALU

Terus berharap walau beku..
Masih bertatap meski malu..
Semua itu karena kau begitu sadu..
Itu caraku tuk mengenalimu..
Walaupun tak ada balasan darimu..
Aku pahami itu..

Dan kini tak mampu ku jajaki derap langkahmu..
Ulahmu begitu menyayat hatiku..
Namun selalu ku tutupi semua itu..
Semata agar tak seorang pun tahu..

Mungkin inilah aku si pemalu..
Si pemalu yang berharap balasan rasa darimu..
Si pemalu yang berharap agar penantian tak menjadi kelabu..
Si pemalu yang hanya setia menunggu..




Kamis, 02 Agustus 2012

IMPIAN CINTA

Ku mulai dengan ungkapan syukur,
Syukur atas semua pemberian-Nya,
Atas kenyataan,
Atas perasaan,

Semakin lama rasa ini semakin menjadi,
Dan semua itu tak dapat ku pungkiri,
Korelasi dan integrasi antara ikatan yang tak ada imbalan,

Aku memang bukan pahlawan cinta yang selalu tersindrom karenanya,
Walau kadang aku berharap hanya dapat senyuman,
Namun apa guna jika semua itu ada karena nafsu belaka,
Bukan harapanku semata,

Lebih baik ku simpan saja di lubuk hati yang terdalam,
Biar perih,
Namun hanya aku yang merasa,
Bukan dia,

Biar ku berteman dengan Tuhan sang pencipta rasa,
Biar rasa ini abadi tuk selamanya,
Walau tak terbalas olehnya,
Namun setidaknya pernah ada rasa tentangnya,

Sebaris sebait puisi ini tercipta untuknya
Sang raja yang menghiasi kehidupan nyata putri walau dalam impian,

Sabtu, 28 Juli 2012

CINTAKU MANIS DIBIBIR


Masa remaja adalah masa terindah, masa penuh dengan kenangan, masa penuh dengan kemesraan. Itu kata orang, tapi kataku…


Bayu Anjasmara Ramadhani, itulah namaku. Bayu biasa orang memanggilku. Mungkin aku adalah anak yang terlahir dengan keadaan yang beruntung, dengan rumah mewah, keperluan serba tercukupi, saudara yang sepertinya menyayangiku, orang tua yang selalu perhatian walau kesibukan mereka juga tak bisa dinomor duakan. Aku bangga, ya mungkin orang lain memandang juga demikian. 


Aku sangat sayang keluargaku, apalagi orang tuaku, sampai-sampai untuk sekedar membantah kata-katanya saja walau dengan nada sopan tak tega rasanya. Berbeda dengan kakak-kakakku. Mungkin kita memang terlahir dengan kepribadian yang berbeda, aku lebih penurut sedangkan kakak-kakakku, selalu saja mempunyai cara untuk mengelabuhi orang tua, mereka selalu menomor satukan keinginannya, sekali iya, kedua orang tua pun tak sanggup berkata-kata lagi.


Sekali lagi aku memang berbeda dengan kakak-kakakku, selain penurut aku juga lumayan mahir dalam bidang akademik, ya sekiranya aku memang ada sedikit prestasi yang patut dibanggakan keluargaku, terutama orang tuaku.
Satu lagi keluargaku yang belum aku kenalin, dia adalah sepupu jauhku, keluarga dari kakekku. Padahal saudara sepupuku juga banyak, lantas kenapa dia yang aku sebutin, sebagai alasannya, itu karena dia berperan penting dalam hidupku. Namanya Ranindia Puspita Sari.


Saat itu aku kelas IV SD, meski pintar tapi aku agak cuek, itulah yang membuatku tak banyak mempunyai teman. Namun setelah kedatangan Ran di sekolahku, rasanya aku tak pernah kesepian, karena dia selalu ada untukku. Dia adalah saudara juga teman yang baik, perhatian, juga tak kalah pintar dari aku. Semenjak kedatangannya di sekolahku sering kali peringkatku terambil alih olehnya, walau kadang aku merasa tersaingi, tapi aku maklum saja, saingan dalam bidang akademik kan oke-oke saja.
“Ye…aku menang…aku menang…” Teriakku sambil menghabur-hanburkan uang monopoli saat aku Ran dan kakak-kakakku sedang asyik main monopoli.


Aku jarang sekali mendapatkan kesempatan menang, pasti Ran kalau tidak kakakku yang menang, itulah sebabnya aku senang sekali ketika bisa mengalahkan mereka.


“Ran…Ran…kamu dimana?” Teriakku saat kami sedang bermain petak umpet.


“Delung….” Teriak Ran sambil memegang tembok sebagai tempat start dan finishnya.


Ran selalu begitu saat bermain, tiba-tiba saja muncul, entahlah dia bersembunyi dimana, sehingga menyulitkanku untuk mencarinya. Ran sangat cerdas bersetrategi dan lincah dalam bermain. Masa kecil kami memang penuh kenangan. Kami adalah saudara dan juga teman. Tapi Sekolah Menengah Pertamalah (SMP) sebagai pemisah antara kita, Ran yang harus kembali ke daerah asalnya bersama dengan keluarganya disana, dan aku juga harus menetap di mana aku dilahirkan. Sedih rasanya kehilangan saudara juga teman yang selama ini tak pernah aku jumpai. Tapi apa harus dikata, semuanya harus terjadi. 


“Ran…kamu hati-hati ya disana, jangan lupa Ran sekali-kali kirim kabar ke aku…”


“Iya yu, kita kan saudara, jadi pasti suatu saat nanti kita akan bertemu lagi, kapan-kapan kamu maen ke tempatku…” Pesan Ran kepadaku.


Saat itulah aku dan Ran tak lagi berkomunikasi. Aku hanya bisa memandangi Ran dari balik album photo yang ada di albumku. Tapi lama-lama aku tak melakukan itu, karena hanya akan menambah rasa kangenku pada saudara juga sahabatku itu.


Tahun ketahun aku lalui dengan aktifitasku. Kini aku beranjak remaja. Kepribadianku sering disanjung oleh kebanyakan orang, terlebih kaum hawa. Dari mulai aku pintar, manis, ganteng, tajir, apalagi lah yang mungkin bisa membuatku terbang melayang jika aku tak menjadi diriku yang sekarang. Tapi karena aku tipe orang yang cuek dan pendiam, kadang aku lebih memilih aktifitasku daripada sanjungan mereka yang menurutku hanya membuang-buang waktu saja.


“Bayu…kamu lagi jomblo kan…? Aku bersedia lo jadi cewek kamu…” Kata-kata basi yang sering aku dengar dari bibir sekian cewek yang berusaha mendekatiku. Tak bosan sepertinya mereka merayu bahkan menggombal, yang kadang aku geli mendengarnya. Padahal sedikitpun aku tak memberi tanggapan.
Tiba-tiba handphoneku berdering, aku tak bergeming membukanya, mungkin juga dari cewek-cewek fansku, salah satu hal yang membuatku malas membaca sms yang isinya sebuah rayuan. Namun kali ini benar-benar membuatku menyesal, aku menyesal karena prasangkaku salah. Aku baru membuka sms tersebut sore hari setelah terbangun dari tidur siangku.


Ran
Bayu apa kabar?


Aku terjungkit ketika membaca sms atas nama pengirim Ran, bahkan aku membacanya berulang kali, padahal isinya hanya menanyakan kabar, itupun tak akan berubah isi jika akupun berulang kali membaca. Aku segera menmbalas sms Ran, berharap mendapatkan balasan secepatnya, sehingga aku bisa berbincang walau lewat short message saja. Hingga beberapa detik, menit bakan jam balasan smsku tak terjawab. Aku hanya mendengus, sedikit menyesal karena tak menggiraukan smsnya. Tiap kali hp ku berdering, yang terlihat hanya nama-nama cewek yang tak ku harapkan. Itu yang semakin membuatku kesal. 


Tapi kadang aku juga berpikir, kenapa hanya Ran yang bisa membuatku semangat, padahal aku tak berpikir tentang Ran, pikiranku hanya berkata jika Ran adalah sahabatku, tapi kenapa sepertinya dia berbeda dari cewek-cewek lainnya. Sejak saat itulah perasaan aneh tentang Ran mulai muncul, tapi aku harus menepisnya, karena bagaimanapun Ran adalah saudaraku sendiri. Aku selalu mengalihkan pikiran setiap kali teringat Ran, karena aku tak mau perasaan ini semakin menjadi, aku bertambah remaja jadi aku sedikit paham jika yang aku rasa ini  bukan sembarang perasaan, melainkan perasaan yang mempunyai makna.


“Bayu…besog ada reuni keluarga, kamu ikut ya…” Ajak kakak tertuaku.


“Besog aku ada kegiatan sekolah kak…” Jawabku seadanya, sambil sibuk mengetik mengerjakan kegiatan ekstra sekolah.


“Ayolah bayu, kapan lagi kita kumpul-kumpul…ini reuni akbar lo di rumah kakek nenek…ikut ya…”  


Kakakku tak hentinya membujuk aku, hingga aku merelakan untuk absen mengikuti kegiatan sekolah.
Acara reuni berlangsung semakin membosankan, aku sedikitpun tak tertarik dengan acara yang diselenggarakan. Aku memilih untuk memojok diteras rumah kakek dan nenek yang lumayan besar. Kakak-kakakku asik dengan obrolannya, dan aku menyendiri hanya ditemani segelas minuman. Tiba-tiba lamunanku dikagetkan oleh suara yang memanggilku berulang-ulang.


“Bayu…yu…Bayu…kesambet loe nglamun terus…” 


Suara itu membuatku terkaget, aku hanya melotot dibuatnya.


“He…bayu…kamu fine kan…? Suara itu menyakinkan keadaanku.


“Kamu…Ran…???” Teriakku histeris dengan mengoyang-goyangkan bahunya.


“Iya…Ranindia Puspita Sari…Kamu ingat aku?”


“Ya ingat lah Ran…” 


Ran sepertinya merasa aneh dengan sikapku yang seperti kangen berlebihan, tapi dia tak berkata apa-apa mengenai itu, dia tersenyum bahkan kami bernostalgia dengan masa lalu. Acara reuni semakin membuatku betah dan nyaman. Aku tak pernah menyangka bahwa aku bisa bertemu lagi dengan Ran, mimpi pun aku tak pernah, bahkan aku sudah tak berharap bisa bertemu lagi dengannya. Namun kali ini entah lah angin dari mana yang membawa salam kangenku kepadanya hingga walau jauh dia sempatkan untuk berkunjung. Kebetulan sekali Ran tinggal untuk beberapa hari, jadi masih ada hari esok untuk melanjutkan nostalgia atau untuk mencetak kenangan baru bersama. Sungguh ini membuatku merasa lega setelah 4 tahun tak bertemu dengan Ran.   


Ran masih sama seperti Ran yang aku kenali dulu, dia masih baik, pribadinya membuatku nyaman setiap kali berbincang dengannya. Kami bertemu setelah beranjak remaja dengan usia aku 18 tahun dan Ran 17 tahun. Kami bercakap berbagai cerita, dari mulai aktifitas sekolah hingga kehidupan pribadi. Sesekali aku memandangi wajah Ran yang semakin manis dengan senyumnya. Aku tak pernah menemukan sahabat seperti Ran. Kenyamanan saat aku bercakap dengannya membuatku tak ingin berpisah dengan Ran. Ran menceritakan semua permasalahannya, masalah seseorang yang pernah ada dalam hidup Ran. Hatiku terasa hancur berkeping, entahlah ini pertanda apa. Namun aku masih menanggapi dan sekali-kali mencoba memberikan sedikit petuah untuk Ran. Ternyata Ran mempunyai masa lalu, tak seperti aku yang satupun tak pernah dekat dengan seorang cewek.


“Bayu teman sepesial kamu siapa? Cerita dunk…” Tanya Ran kepadaku.


 Aku gugup menjawabnya, namun akupun bercerita seadanya kepada Ran.


“Sejak kapan aku punya teman sepesial Ran. Selama ini sahabat plus saudaraku ya kamu...”


“Kamu ini ada-ada saja yu…kamu lumayan ganteng, pintar. Masa gag ada yang sepesial satupun? Memang kamu gag berubah ya dari dulu, selalu saja begini.”


Canda dan tawa menghiasi pertemuan kita saat itu. Karena masa liburan sudah habis maka Ran harus kembali ke ranah kelahirannya. Lagi-lagi aku harus berpisah dengan Ran.


“Yu aku berharap sama kamu, beberapa tahun lagi jika kita bertemu aku berharap kita sudah mempunyai sesuatu yang berharga. Ok…!!”


Ran membuatku terpaksa mengangguk. Entahlah apa yang dimaksud harapan itu. Dengan seikhlasnya aku lepaskan kepergian Ran, ku pandangi langkah kaki Ran hingga bayang-bayangnya tak lagi terlihat.
Aku kembali disibukkan oleh aktifitas sekolah, mungkin demikian juga Ran, kami hanya mengirim kabar lewat facebook atau sms saja. Namun karena tersibukkan oleh aktifitas sekolah sehingga hal itu jarang aku lakukan.


Aku menjadi idola disekolah, sering kali aku mengikuti perlombaan baik yang berbasis akademik atau perlombaan ekstra yang diadakan sekolah. Begitulah aktifitasku yang menjadi penghibur buatku walau kadang cukup melelahkan. 


Orang tua mana yang tak bangga melihat anak seperti diriku ini, bukan sombong tapi ini realita, bahkan orang tuaku saja kerap kali memberikan hadiah tanpa aku memintanya. Sungguh hidup yang sempurna sepertinya. Namun sering kali kakak-kakakku mengejek aku “Sayang ya pintar-pintar tapi gag punya pacar…hahaha…” Ejeknya jika kami sudah berkumpul dan bercanda. Candaan yang juga kenyataan, karena pada nyatanya begitulah aku. 


Kakak-kakakku sering sekali bercerita tentang pasangan masing-masing. Mereka sepertinya asyik bertukar pikiran mengenai hal itu. Karena kakak pertamaku laki-laki dan yang kedua perempuan, sehingga mereka sangat asyik jika berbincang hal itu. Tapi tidak menurutku, hal itu sama saja buang-buang waktu. 


Keseharianku hanya berkutut pada buku dan juga laptop. Tak salah jika aku harus memakai kacamata tebal. Tapi walau harus begitu, buktinya parasku masih diidolakan disekolah.


Apa lagi saat aku menginjak kelas IX, tak pernah aku berhenti melototi tumpukan buku. Padahal jika hal itupun tak ku lakukan mungkin aku juga masih berperingkat dikelas, namun karena aku sadar bahwa pintar itu relative, maka aku tak mau membuang sedikit waktuku untuk hal-hal yang tak penting. 


suatu saat menjelang ujian akhir aku merasa sangat jenuh, hingga aku meluangkan sedikit waktuku untuk membuka akun facebookku yang terlihat sudah usang, dengan berpuluh-puluh message, permintaan pertemanan dan pemberitahuan. Aku buka message seketika terlihat nama Masih Ran nama dari akun facebook Ran. Dengan cepat aku membuka message dari Ran.


Masih Ran
Bayu….


Masih Ran
Serius bgdh seeh…


Masih Ran
Kamu ok kn??
Sibuk y brow…kok gag pernah nongl di fb…?    


Tiga massage dari Ran, membuat aku sedikit tersenyum. Rupanya Ran ada kangen juga sama aku. Pikirku. Aku ketik huruf demi huruf untuk membalas messagenya.


Bayu Itu Aque
Hahaha…kangen ya…
Sibuk school aj seeh…p lg ni mau uas…


Kemudian terlihat nama Ran muncul di chat.


Masih Ran
Sok sibuk loe…aku jg mau uas kli brow…hehe…
Tumben ol…?


Dengan cepat tanganku bergerak memencet tombol keyboard.


Bayu Itu aque
Hahaha…km ol jga?
Aq jenuh Ran, iseng aj nie ol…hehe
^_^


Masih Ran
Nyantai aj yu…kita sma2 berjuang,
Taruhan yuuuk…


Bayu Itu Aque
About…?


Masih Ran
UAN lah…


Bayi Itu Aqu,
Apa?


Masih Ran
Jadi gni, aq punya idea, tema taruhanny SANG JUARA. Jd wat sp yg brhasil mndptkn nilai trbaik UAN min tngkt skul, dy akn disambangi sma yg klah. Nanti low aq yg menang nih, siap2 nyambangi aq y… hehe…gmn? J


Bayu Itu Aque
Ok bgdh i2 taruhanny…sp tkut…


Masih Ran
Siiippp…selamat bersaing..


Bayu Itu Aque
Eh…video call an yuuk…


Masih Ran
Hemm….sp yg kangn nih…haha…
Gag ah…malu aq kn jlek..haha^_^


Bayu Itu Aque
Ih…km…L


Masih Ran
Hehe…5aph…
Aq off dlu y…peace….J


Bayu Itu Aque
Huh…ok dh…
Met uas…


Kami mengakhiri obrolan di chat. Aku pun segera off. Ran memang selalu begitu, dia tidak pernah takut kalah bersaing. Percaya dirinya sangat tinggi. Tapi tak dapat dipungkiri dia juga pintar dan cerdas. Sudah kerap kali aku kalah saing dengan Ran. Namun aku juga tak pernah takut apapun resikonya.
Hari berganti hari, hingga tibalah saat Ujian Akhir Nasional. Kini aku benar-benar bersaing, bukan hanya dengan Ran saja tapi dengan semuanya.  


Bayu Anjasmara Ramadhani, ya itulah aku. Bukan Bayu jika tak berprestasi itu motifasiku. Aku terbebas dari taruhan Ran, karena aku berhasil meraih nilai tertinggi UAN senasional dengan nilai 5.95. Semua nilaiku hampir komplot 10, hanya B.Indonesia saja yang tak sempurna. Berita prestasiku terdengar hingga wartawan dan awak media, tak jarang stasiun televisi menyorot wajahku sebagai berita popular waktu itu. Aku banyak diwawancarai wartawan, dan tak sedikit dari media cetak pun memuat beritaku. Namun aku juga masih dengan sikapku yang cuek, karena aku memang sering mendapatkan prestasi, meskipun ini adalah pertama pemberitaan tentang aku dan prestasiku. 


Ponselku bordering.


Ran
Selamat ya…ur the best is the best…
Artis mendadak nie…oh…y sedikit kabar buruk,5aph aku blm bsa nyambangi ke t4mu,tp aq jnji bkal ksna kok,tnang jha,taruhnnya msih brjalan…J


Aku sedikit kecewa mendengar kabar dari Ran, padahal aku sudah berharap Ran segera datang sebelum keberangkatanku ke negeri Jiran (Malaysia). Aku mendapatkan beasiswa prestasi keluar negeri, untuk pilihannya aku memilih Negeri Jiran yang tidak terlalu jauh dari Indonesia.


4 tahun kemudian aku kembali lagi ke Indonesia dengan menyandang gelar yang aku peroleh selama menyelami dunia pendidikan di sebuah Universitas di Malaysia.


Kelurgaku menyambut kedatanganku di Bandara. Mereka melampiaskan rasa kangennya dengan memberikan pelukan hangatnya kepadaku. Tiba-tiba mamaku menanyakan sesuatu kepadaku tentang seseorang yang diajaknya ke bandara.


“Kamu lihat dia, gimana menurutmu…?” Tanya mamaku dengan menunjuk salah seorang perempuan yang sedang berbicara dengan kakakku.


“Siapa dia ma?” Tanyaku yang tak pernah melihatnya sebelumnya.


“Ya kamu berikan komentar dulu, bagaimana dia menurutmu?”


“Cantik, manis.” Jawabku seadanya.


“Bagus kalau begitu, dia itu adalah gadis baik yang pernah mama kenal. Dia solekhah lo, dia anak dari pak Wibowo teman mama/papa bisnis. Sungguh dingin hati mama jika melihatnya.”


“Mama punya maksud ya…?” Tanyaku menanggapi pernyataan mama.


“Y….mama pengin kamu dekat dengan dia. Lagian kan selama ini kamu belum pernah cerita ke mama soal cewek kamu, iya kan…? Apa kamu sudah punya?” Tanya mama dengan nada sedikit kecewa.
“Tapi kan ma….”


“Sudahlah kamu coba dulu, ini permintaan terakhir mama…gag ada salahnya kan…?” Bujuk mama.


Aku tak tega jika sudah melihat mama dengan nada lembutnya. Mama selalu memberikan semua yang aku butuhkan, bahkan sesuatu yang tidak aku inginkan pun mereka berikan. Aku hanya ingin membahagiakan mereka bagaimana pun caranya, itu yang pernah ada dihatiku sejak dulu.


Aku hanya mengangguk dengan sedikit tersenum menanggapi permintaan mama. Kemudian gadis itu mendekat dengan menundukkan kepalanya sebagai tanda perkenalan.


“Maya…”


“Bayu…” Jawabku membalas.


Sepertinya dia memang gadis solekhah, parasnya juga manis. Cara berbicaranya kalm. Wajar jika keluargaku tertarik dengannya. Mungkin aku juga demikian, tapi tidak untuk sekarang. Karena dihatiku sudah ada nama satu gadis yang tertanam sejak lama.


Aku sangat merindukan aura ruangan kamarku. Sesampai dirumah aku ingin sekali langsung memeluk springbad empukku. Tapi aku tergoda oleh hidangan di meja makan. Ingin sekali rasanya aku melahap masakan kesukaanku. Dengan cepat tanganku menyahut makanan yang dihidangkan, tapi belum sampai memegang gerakan tanganku dihentikan oleh suara yang mencegahnya.


“Hup…cuci tangan dulu…sana…” Katanya.


Dengan spontan aku menuju kamar mandi. Pikiranku tertuju oleh wanita itu.
Sepertinya aku mengenali suara itu, masak sih Ran….ah bukan…
Aku menepiskan pikiranku. Wanita itu berpenampilan berbeda dengan jilbab yang menutupi rambutnya. Aku juga belum pernah melihat sebelumnya, walau sepertinya aku mengenalnya. Aku mencoba tak menghiraukan,  dengan langsung melahap hidangan dimeja makan.


“Ini minumnya, hati-hati makannya, nanti kesedak lo…” Tegurnya kepadaku. Tanganku dengan cepat menarik tangan wanita itu. Aku menatapnya lama, yang kemudian wanita itu memalingkan pandangannya. Aku segera melepaskan tangannku yang memegang tangannya.


“Maaf…maaf…kamu…??” Aku masih dengan tatapanku yang penasaran akan dirinya.


“Aku ingin membayar hutang taruhan yang pernah aku buat beberapa tahun lalu. Selamat ya…” Dia tersenyum dengan mengangguk-anggukkan kepalanya. Aku semakin yakin bahwa wanita itu…


“Ran...kamu Ran…” Teriakku histeris dengan menutupi mukaku.


“Ya…apa yang membuat kamu lupa kepadaku…?” Tanyanya dengan senyumannya.


“Wau…kamu catik banget Ran…”


Ran hanya tersenyum menanggapi pernyataan dan candaku. Aku langsung menarik Ran untuk menemani aku makan. Aku tak bosan-bosannya memandagi Ran, yang memang berpenampilan berbeda. Dia jauh lebih cantik, wajahnya semakin manis dengan senyum dan lesung pipinya. Sesekali Ran menegurku.


“Pandangan pertama diizinkan…” Tegurnya dengan nada bercanda. Tapi pandanganku tak bergeming.


“Yang selanjutnya adalah zina mata…” Dia masih dengan senyum manisnya. Dengan spontan aku menundukkan kepala. Tapi lirikan mataku juga tak berubah. Ran bersikap dingin tapi masih tersenyum. Dia memerhatikan tingkahku yang mungkin menggemaskan. 


Keesokan harinya aku sekeluarga berkeliling kota dan berkunjung kesalah satu pantai sebagai sambutan kedatanganku. Aku sangat senang dan bahagia dengan perlakuan yang mereka berikan. 


Aku menarik lengan Ran, dan mengajaknya kesuatu tempat dimana kita sering mengunjungi saat kita masih duduk dibangku SD dulu. Dimana kita menciptakan nostalgia yang indah ditempat itu. Perlahan aku pun mencoba membuka mulut, walau hatiku terasa gelisah.


“Ran…”


“Ya…”


Nafasku tak beraturan saat itu. Suaraku terasa lirih.


“Aku…sayang kamu Ran…” 


“Hemmm….” Ran seperti memastikan pernyataan yang keluar dari mulutku.


“Aku sayang, aku cinta, aku suka kamu Ran…” Dengan suara sekeras mungkin aku ungkapkan semua isi hatiku.


“Bayu…kamu…” Ran terkaget mendengar ungkapanku.


“Ya…aku tahu Ran, aku tahu jika cintaku ini hanya akan manis dibibir saja. Tapi aku jujur, aku tak bisa sembunyukan ini semua.” Nada bicaraku semakin tak beraturan. Aku menatap Ran dalam-dalam.


“Maaf jika aku harus katakan semua ini Ran. Bukan aku membagi pikiran dan perasaanku selama ini. Tapi aku hanya ingin kamu tahu akan apa yang aku rasakan Ran. Aku sayang kamu…” Aku semakin menekankan nada bicaraku. Ran berjalan mendekatiku. Parasnya tak berubah, masih tetap tenang dan tersenyum. Dia hanya menarik nafas panjang.


“Yu…aku tidak menyangka jika semua ini akan terjadi. Aku juga sayang, aku juga cinta. Tapi sayang dan cintaku hanya sebagai saudara dan seorang teman saja. Aku suka persahabatan kita yu. Sangat…suka…” 

Ran mengungkapkan isi hatinya dengan menenagkanku. Suaranya lembut dan bijaksana. Nada bicaranya tersedat seperti menahan sesuatu. Aku melihat butiran air mata keluar dari matanya. 


“Yu…aku tak tahu apakah kedatanganku kemari akan semakin membuat kamu sedih. Tapi aku tak berharap demikian. Aku hanya ingin membagi kebahagianku yang juga aku rasa kebahagiaanmu. Kesedihanmu hanya akan membuat aku perih yu. Terimalah ini…” Dengan penjelasan yang panjang lebar Ran menyodorkan sesuatu kepadku. Sebuah undangan, bernama RANINDIA PUSPITA SARI & WAHYU PUTRA ANJASMARA. Mungkin inilah yang diharapkan Ran jika beberapa tahun lagi kita bertemu. Aku menerimanya dengan hati dan perasaan rapuh, tapi inilah kenyataan yang harus aku hadapi. Cintaku manis dibibir.

Rabu, 06 Juni 2012

FULANAH TOBAT

Ada seseorang sebut saja fulanah, dia dan dua orang temannya sedang bingung dengan kostum yang akan dipakai untuk menghadiri sebuah acara dikampusnya. Temannya sudah memakai baju. Namun si fulanah masih saja bingung. Karena yang digantungan pakaiannya cuman ada baju merah dan celana pensil, maka dia memutuskan untuk memakainya. Menurutnya bajunya itu agak panjang, sehingga dia merasa sedikit percaya diri mengenakan celana pensil sebagai penutup auratnya. 

Si fulanah dan temannya pun pergi kekampus. Di tengah perjalanannya fulanah dan dua orang temannya berhenti karena ditmuinya dua orang temannya dan satu orang yang kurang dikenalnya, duduk-duduk di dekat lapangan kampus, maka si fulanah dan temannya tadi berhenti untuk sekedar menyapa. Temannya tersebut adalah laki-laki. Kemudian mereka saling mengobrol, dan satu teman laki-laki tadi memuji si fulanah, katanya “cantik banget, mau kemana?” di jawab seadanya oleh si fulanah. Kemudian mereka pun melanjutkan perjalanannya ke sebuah gedung dimana acara diselenggarakan. Teman lelaki fulanah dan dua orang temannya ikut berjalan, karena kebetulan si satu lelaki ini juga mengikuti kegiatan yang sama. Di tengah jalan temannya ini menceletuk “katokmu nah..nah..fulanah…”  Fulanah pun merespon celetukan temannya “katok apa??” Si flanah pun nampaknya respect dan sedikit merasa dengan apa yang di bicarakan temannya, tapi dia mencoba membalas dengan candaan. “kenapa seh emangnya, gantian a??” canda fulanah. Temannya itu lalu mengatakan “lha lihat sendiri sopan apa tidak, pantas apa tidak…” Kata-kata itu membuat si fulanah berfikir, fulanah merasa tidak tenang dan menjadi tidak percaya diri. Namun fulanah mencoba untuk tidak memperlihatkan parasnya yang berbeda. Sesampainya ditempat acara, dia merasa risih, dengan mata-mata yang menatapnya. Sepertinya aneh dan bagaimana gitu…kemudian ada lagi satu teman lelakinya yang mengatakan “kalau yang pakek celanamu aku, pasti aku gag PD”, hati fulanah yang tidak tenang ditambah lagi dengan perkataan temannya yang demikian, semakin berkecambuk perasaan si fulanah. Namun bagaimana lagi, celana itu sudah terlanjur dipakainya. Tak mungkin jika dia harus balik untuk ganti kostum. Dia masih saja membiarkan, tapi ada lagi yang mengatakan, kali ini teman perempuannya “celanamu nah, kok gag biasanya”. Wah…tambah sajah fulanah sutures alias setres…
Setelah selesai acara, fulanah langsung pulang. Sesampainya dirumah, dia berkaca sendiri sembari senyam-senyum. Dia putar-putarkan tubuhnya, dan ternyata memang memalukan. Dia baru menyadari bahwa tak selamanya yang dia sendiri anggap baik dan pantas, belum tentu baik dan pantas dipandangan orang lain. Fulanah pun tak mengulanginya lagi. Akhirnya kini dia sadar dan mencoba untuk berbenah diri sedikit demi sedikit.

Teruntuk teman-teman yang ikut andil dalam menyadarkan fulanah, jazakumullah khairon jazak. 

Nb: Semogga kita semua bisa mengambil ibrah dari cerita si fulanah…

Sabtu, 05 Mei 2012

PESANTREN BUKAN MOMOK UMAT


Asslamu’alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh…

Sebagai latar belakang penulisan, sebenarnya saya juga tidak tahu kenapa kedua tangan ini ingin sekali menuliskan sepintas tentang kehidupan pesantren. Bukan karena saya sendiri pernah nyantri, atau bukan karena saya ingin mempopulerkan sebuah pesantren, namun lebih tepatnya karena saya ingin sedikit berbagi pengalaman tentang apa yang saya dapatkan dan rasakan sewaktu di pesantren dulu. Sungguh ini sebuah pengalaman yang tak bisa dilupakan. Kehidupan di dalamnya indah, mengajarkan kita untuk saling memahami karakter teman yang notabene berasal dari lain daerah dan juga mengajarkan akan banyak hal yang sebelumnya saya belum ketahui. 


Mau Masuk Pesantren??? Jangan ragu donk…!!!


Semua berawal dari niat. Niat lah karena semata-mata Allah ta’ala…


Awalnya saya bimbang ingin masuk pesantren, karena pada dasarnya keluarga sendiri bukan kalangan orang agamis. Bahkan tidak ada satu pun yang nyantri. Namun karena motifasi dari orang tua dan keinginan, maka berangkatlah saya menuju ranah suci itu. Tak ada satu pun orang yg saya kenal disana, selain satu orang tetangga saya, pada saat itu pun dia sedang ada liburan, jadi saya merasa menjadi orang asing di sana. Namun begitu lah orang tua saya yang tidak tega melihat saya yang selalu menyendiri, sehingga ibu saya merelakan untuk menemani saya seminggu di pondok. Padahal beliau juga masih ada tugas ngajar. Subkhanallah…begitulah seorang ibu.


Seiring berjalannya waktu, perlahan lahan saya menemukan seorang teman buat bercerita. Hingga akhirnya saya kenal dengan banyak teman disana. Pdahal saya adalah tipe orang yang butuh waktu lama buat mengenal orang. Tapi tak mungkin juga jika satu dua atau tiga bahkan lebih dari seorang disana tak saya kenal. Begitulah hingga memupusnya waktu, dan akhirnya memori dan nostalgialah yang membekas dibenak tentang seorang teman dan sahabat. Jika cerita ini berlanjut, mungkin memakan berpuluh-puluh halaman hanya untuk menuliskan semua kenangan tentang kebersamaan disana. Hanya mampu berucap “MISS U SOB…SMOGGA WAKTU MEMPERTEMUKAN KITA KEMBALI DI LAIN KESEMPATAN…”. 


Gag mau ah mondok…bahasanya arab inggris, pelajarannya juga arab semua…gundul juga tulisannya…


Memang…wajar jika banyak sekali terlontar keluhan seperti diatas, namun semua itu asyik banget buat dibahas, dan diceritakan. Sedikit pengalaman tentang bahasa dan tulisan arab. Pertama kali masuk pesantren saya juga syok dan kaget, “ma ismuki, min aina ji’ti, kaifa khaluk, ba’daki….” Bahasa apa itu, bahkan saya tidak tahu jika itu bahasa arab, karena saya memang awam sekali akan bahasa arab dan inggris. Saya hanya senyam senyum sembari menjawab apa adanya, sebisa saya, sehingga lawan bicara saya kadang tertawa mendengarkan saya bercakap. Tapi PD aja kali…namanya juga belajar. Lama kelamaan juga bisa, karena seringnya kita bercakap, mendengar dan juga pesantren mengadakan shobakhu lughah/conversation dan juga penambahan mufrodat/vocab setiap hari, jadi memudahkan para santri untuk memperlancar pemakaian bahasa. 


Mengenai pelajaran, jujur memang banyak sekali yang harus dipelajari. Dan mayoritas semua menggunakan tulisan arab. Bukunya juga tebal-tebal. Tapi bukannya menakut-nakuti…Cuma memberi gambaran…sekali lagi banyak jalan keluar untuk cepat dan mudah dalam memahami pelajaran. Kembali ke niat, jika niat awal kita memang li tholabul ‘ilmi (mencari ilmu), maka Allah akan sangat memudahkan dalam pemahaman. Dan juga bukannya bahasa adalah cakrawala dunia, dengan bahasa kita bisa terbang kemana saja kita mau. Asyik banget kan… Don’t worry deh pokoknya…


Males banget deh…di pondok apa-apa ngantri…


Ok…ok…ingat aja…kita hidup tidak sendiri, dunia ini luas namun penghuninya juga tidak sedikit. Itulah yang menyebabkan selalu antri. Tidak saja di pondok, lihat jika kita mengunjungi supermarket, mini market, warung makan, restorant, atau toko-toko biasa terdekat saja deh, pasti semuanya penuh dengan manusia, dan akhirnya kita harus ngantri. Jadi tentang ngantri kan sudah biasa, jangan di jadikan alasan untuk tidak mau mondok. Bahkan bagi saya yang paling asyik ya yang ini...ni…ngantri, asyik banget deh pokoknya…sembari ngantri sambil buka-buka buku…wahhh…seru dehh…kalu gag dipondok di mana lagi…hehe…


Hukuman…hukuman…dan hukuman…izinnya juga susah…


Pastilah…bukan pondok kalau tidak ada hukuman. Maksudnya, hukuman disini adalah sebuah dorongan buat kita untuk selalu tertib dan taat pada peraturan yang sudah ditetapkan. Dan semua itu demi kebaikan para santri, intinya semua kembali pada kebaikan individu. Jika tidak ada hukuman, bakal kacau balau deh dunia ini. Soal izin susah, itu biar santri selalu mengikuti kegiatan pondok, biar tidak tertinggal juga. Tidak susah sebenarnya jika alasannya masuk akal. Biasanya anak-anak berbohong, hanya biar mendapatkan izin, tapi pondok kan tidak mengajarkan santri untuk berbohong. Santai saja jika waktunya liburan juga bakal pulang kok…hhe…


Orang pondok terkenal katrok, gaptek dan ketinggalan zaman…


Begitulah jika melihat pondok hanya dari bungkusnya saja. Anak pondok memang terbungkus, tapi bukan berarti dalemnya fakum, tidak tahu akan zaman yang semaik berkembang, justru sebaliknya, pondok selalu memfasilitasi apa yang menjadi hak santrinya, didalamnya juga ada computer, LCD, dan laboraturium yang lain. Asal tidak salah penggunaannya. Asal kita selalu cari tahu dan ingin belajar, pasti tidak katrok, gaptek dan ketinggalan zaman. Percaya dehh…


Cow/cew ku bagaimana???putus donk sama pacar…


Hemmm…anak muda memang selalu begitu, apa lagi ABG. Bukan aturan pondok tidak memperbolehkan pacaran, namun ajaran Islam lah yang melarang. Kenapa dilarang, alasan ini sudah sering didengar, karena mendekati zina. Bener sekali kan!!! Islam selalu antipasti demi kebaikan. Kalau sudah siap kenapa tidak langsung saja menuju ke pelaminan. Dari pada terjadi yang ngak-ngak. Hehe…soal jodoh Allah yang ngatur. Sering juga didengar mengenai anak pondok susah interaksi dengan lawan jenis kalau sudah di dunia luar. Itu salah besar…setiap orang mempunyai kepribadian sendiri-sendiri. Ada yang mudah berinteraksi juga sebaliknya. Jadi bukan alasan untuk memojokkan pondok sebagai wadah yang selalu membuat susah hidup orang. atau membuat kepribadian seseorang jadi tertutup. 


Mulai sekarang coba berpikir positif tentang pesantren. Pesantren bukan momok umat, melainkan wadah untuk menanam kebaikan dunia akherat. Saya sendiri kadang merenung, jika saya tidak pernah mondok maka selamanya saya tidak akan pernah tahu bahasa dan tulisan arab, kalau toh tahu paling ana, anti saja. Dan juga tidak mungkin saya kenal dengan teman dan sahabat-sahabat dari daerah lain, jika bukan di pondok. Mungkin saya hanya mengenal orang desa, atau tetangga saja.
Banyak sekali pesantren-pesantren di zaman sekarang, tinggal kita pilih sesuai kata hati mana yang cocok. Yang penting masih dalam koridor-koridor Islam. Pesantren juga berpeluang bagi siapa yang menginginkan untuk melanjutkan sekolah diluar negeri dengan berbekal ilmu juga bahasa yang dipelajari selama dipesantren. Belajar di pesantren tidak ada ruginya sama sekali. Islam harus mempunyai generasi penerus untuk mendakwahkan ajaran Islam sesuai dengan al-Qur’an dan sunnah Raulullah, lewat dunia pesantren ini lah saya kira wadah yang pas dan cocok buat mencetak generasi penerus dakwah Islam.
Coba lah satu dua hari dulu, jika cocok maka setahun, dua tahu dan hingga akhirnya kamu benar-benar merasakan aura pesantren yang sesungguhnya, bukan hanya lewat simpang siur berita saja. 


Semogga bermanfaat…


Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh…

Nb: salam buat teman semua yg sudh berkesempatan mengenyam pendidikian hingga ke negeri jiran dan juga negeri paman sam…dan buat teman-teman ku semua u’re is the best…semogga kita diberi kesempatan untuk selalu mendakwahkan ajaran Islam, lisan maupun tertulis. Jzakumullah khairon…
Memory jpg:    
     
Gerbang pondok

Scout DKK '08 (Chester)

Alumnus '10 (Zilfanira)

Extion

(KH.Hasan Abdullah Sahal)

Oswah,koordinator

Suasana kampus