Sabtu, 28 Juli 2012

CINTAKU MANIS DIBIBIR


Masa remaja adalah masa terindah, masa penuh dengan kenangan, masa penuh dengan kemesraan. Itu kata orang, tapi kataku…


Bayu Anjasmara Ramadhani, itulah namaku. Bayu biasa orang memanggilku. Mungkin aku adalah anak yang terlahir dengan keadaan yang beruntung, dengan rumah mewah, keperluan serba tercukupi, saudara yang sepertinya menyayangiku, orang tua yang selalu perhatian walau kesibukan mereka juga tak bisa dinomor duakan. Aku bangga, ya mungkin orang lain memandang juga demikian. 


Aku sangat sayang keluargaku, apalagi orang tuaku, sampai-sampai untuk sekedar membantah kata-katanya saja walau dengan nada sopan tak tega rasanya. Berbeda dengan kakak-kakakku. Mungkin kita memang terlahir dengan kepribadian yang berbeda, aku lebih penurut sedangkan kakak-kakakku, selalu saja mempunyai cara untuk mengelabuhi orang tua, mereka selalu menomor satukan keinginannya, sekali iya, kedua orang tua pun tak sanggup berkata-kata lagi.


Sekali lagi aku memang berbeda dengan kakak-kakakku, selain penurut aku juga lumayan mahir dalam bidang akademik, ya sekiranya aku memang ada sedikit prestasi yang patut dibanggakan keluargaku, terutama orang tuaku.
Satu lagi keluargaku yang belum aku kenalin, dia adalah sepupu jauhku, keluarga dari kakekku. Padahal saudara sepupuku juga banyak, lantas kenapa dia yang aku sebutin, sebagai alasannya, itu karena dia berperan penting dalam hidupku. Namanya Ranindia Puspita Sari.


Saat itu aku kelas IV SD, meski pintar tapi aku agak cuek, itulah yang membuatku tak banyak mempunyai teman. Namun setelah kedatangan Ran di sekolahku, rasanya aku tak pernah kesepian, karena dia selalu ada untukku. Dia adalah saudara juga teman yang baik, perhatian, juga tak kalah pintar dari aku. Semenjak kedatangannya di sekolahku sering kali peringkatku terambil alih olehnya, walau kadang aku merasa tersaingi, tapi aku maklum saja, saingan dalam bidang akademik kan oke-oke saja.
“Ye…aku menang…aku menang…” Teriakku sambil menghabur-hanburkan uang monopoli saat aku Ran dan kakak-kakakku sedang asyik main monopoli.


Aku jarang sekali mendapatkan kesempatan menang, pasti Ran kalau tidak kakakku yang menang, itulah sebabnya aku senang sekali ketika bisa mengalahkan mereka.


“Ran…Ran…kamu dimana?” Teriakku saat kami sedang bermain petak umpet.


“Delung….” Teriak Ran sambil memegang tembok sebagai tempat start dan finishnya.


Ran selalu begitu saat bermain, tiba-tiba saja muncul, entahlah dia bersembunyi dimana, sehingga menyulitkanku untuk mencarinya. Ran sangat cerdas bersetrategi dan lincah dalam bermain. Masa kecil kami memang penuh kenangan. Kami adalah saudara dan juga teman. Tapi Sekolah Menengah Pertamalah (SMP) sebagai pemisah antara kita, Ran yang harus kembali ke daerah asalnya bersama dengan keluarganya disana, dan aku juga harus menetap di mana aku dilahirkan. Sedih rasanya kehilangan saudara juga teman yang selama ini tak pernah aku jumpai. Tapi apa harus dikata, semuanya harus terjadi. 


“Ran…kamu hati-hati ya disana, jangan lupa Ran sekali-kali kirim kabar ke aku…”


“Iya yu, kita kan saudara, jadi pasti suatu saat nanti kita akan bertemu lagi, kapan-kapan kamu maen ke tempatku…” Pesan Ran kepadaku.


Saat itulah aku dan Ran tak lagi berkomunikasi. Aku hanya bisa memandangi Ran dari balik album photo yang ada di albumku. Tapi lama-lama aku tak melakukan itu, karena hanya akan menambah rasa kangenku pada saudara juga sahabatku itu.


Tahun ketahun aku lalui dengan aktifitasku. Kini aku beranjak remaja. Kepribadianku sering disanjung oleh kebanyakan orang, terlebih kaum hawa. Dari mulai aku pintar, manis, ganteng, tajir, apalagi lah yang mungkin bisa membuatku terbang melayang jika aku tak menjadi diriku yang sekarang. Tapi karena aku tipe orang yang cuek dan pendiam, kadang aku lebih memilih aktifitasku daripada sanjungan mereka yang menurutku hanya membuang-buang waktu saja.


“Bayu…kamu lagi jomblo kan…? Aku bersedia lo jadi cewek kamu…” Kata-kata basi yang sering aku dengar dari bibir sekian cewek yang berusaha mendekatiku. Tak bosan sepertinya mereka merayu bahkan menggombal, yang kadang aku geli mendengarnya. Padahal sedikitpun aku tak memberi tanggapan.
Tiba-tiba handphoneku berdering, aku tak bergeming membukanya, mungkin juga dari cewek-cewek fansku, salah satu hal yang membuatku malas membaca sms yang isinya sebuah rayuan. Namun kali ini benar-benar membuatku menyesal, aku menyesal karena prasangkaku salah. Aku baru membuka sms tersebut sore hari setelah terbangun dari tidur siangku.


Ran
Bayu apa kabar?


Aku terjungkit ketika membaca sms atas nama pengirim Ran, bahkan aku membacanya berulang kali, padahal isinya hanya menanyakan kabar, itupun tak akan berubah isi jika akupun berulang kali membaca. Aku segera menmbalas sms Ran, berharap mendapatkan balasan secepatnya, sehingga aku bisa berbincang walau lewat short message saja. Hingga beberapa detik, menit bakan jam balasan smsku tak terjawab. Aku hanya mendengus, sedikit menyesal karena tak menggiraukan smsnya. Tiap kali hp ku berdering, yang terlihat hanya nama-nama cewek yang tak ku harapkan. Itu yang semakin membuatku kesal. 


Tapi kadang aku juga berpikir, kenapa hanya Ran yang bisa membuatku semangat, padahal aku tak berpikir tentang Ran, pikiranku hanya berkata jika Ran adalah sahabatku, tapi kenapa sepertinya dia berbeda dari cewek-cewek lainnya. Sejak saat itulah perasaan aneh tentang Ran mulai muncul, tapi aku harus menepisnya, karena bagaimanapun Ran adalah saudaraku sendiri. Aku selalu mengalihkan pikiran setiap kali teringat Ran, karena aku tak mau perasaan ini semakin menjadi, aku bertambah remaja jadi aku sedikit paham jika yang aku rasa ini  bukan sembarang perasaan, melainkan perasaan yang mempunyai makna.


“Bayu…besog ada reuni keluarga, kamu ikut ya…” Ajak kakak tertuaku.


“Besog aku ada kegiatan sekolah kak…” Jawabku seadanya, sambil sibuk mengetik mengerjakan kegiatan ekstra sekolah.


“Ayolah bayu, kapan lagi kita kumpul-kumpul…ini reuni akbar lo di rumah kakek nenek…ikut ya…”  


Kakakku tak hentinya membujuk aku, hingga aku merelakan untuk absen mengikuti kegiatan sekolah.
Acara reuni berlangsung semakin membosankan, aku sedikitpun tak tertarik dengan acara yang diselenggarakan. Aku memilih untuk memojok diteras rumah kakek dan nenek yang lumayan besar. Kakak-kakakku asik dengan obrolannya, dan aku menyendiri hanya ditemani segelas minuman. Tiba-tiba lamunanku dikagetkan oleh suara yang memanggilku berulang-ulang.


“Bayu…yu…Bayu…kesambet loe nglamun terus…” 


Suara itu membuatku terkaget, aku hanya melotot dibuatnya.


“He…bayu…kamu fine kan…? Suara itu menyakinkan keadaanku.


“Kamu…Ran…???” Teriakku histeris dengan mengoyang-goyangkan bahunya.


“Iya…Ranindia Puspita Sari…Kamu ingat aku?”


“Ya ingat lah Ran…” 


Ran sepertinya merasa aneh dengan sikapku yang seperti kangen berlebihan, tapi dia tak berkata apa-apa mengenai itu, dia tersenyum bahkan kami bernostalgia dengan masa lalu. Acara reuni semakin membuatku betah dan nyaman. Aku tak pernah menyangka bahwa aku bisa bertemu lagi dengan Ran, mimpi pun aku tak pernah, bahkan aku sudah tak berharap bisa bertemu lagi dengannya. Namun kali ini entah lah angin dari mana yang membawa salam kangenku kepadanya hingga walau jauh dia sempatkan untuk berkunjung. Kebetulan sekali Ran tinggal untuk beberapa hari, jadi masih ada hari esok untuk melanjutkan nostalgia atau untuk mencetak kenangan baru bersama. Sungguh ini membuatku merasa lega setelah 4 tahun tak bertemu dengan Ran.   


Ran masih sama seperti Ran yang aku kenali dulu, dia masih baik, pribadinya membuatku nyaman setiap kali berbincang dengannya. Kami bertemu setelah beranjak remaja dengan usia aku 18 tahun dan Ran 17 tahun. Kami bercakap berbagai cerita, dari mulai aktifitas sekolah hingga kehidupan pribadi. Sesekali aku memandangi wajah Ran yang semakin manis dengan senyumnya. Aku tak pernah menemukan sahabat seperti Ran. Kenyamanan saat aku bercakap dengannya membuatku tak ingin berpisah dengan Ran. Ran menceritakan semua permasalahannya, masalah seseorang yang pernah ada dalam hidup Ran. Hatiku terasa hancur berkeping, entahlah ini pertanda apa. Namun aku masih menanggapi dan sekali-kali mencoba memberikan sedikit petuah untuk Ran. Ternyata Ran mempunyai masa lalu, tak seperti aku yang satupun tak pernah dekat dengan seorang cewek.


“Bayu teman sepesial kamu siapa? Cerita dunk…” Tanya Ran kepadaku.


 Aku gugup menjawabnya, namun akupun bercerita seadanya kepada Ran.


“Sejak kapan aku punya teman sepesial Ran. Selama ini sahabat plus saudaraku ya kamu...”


“Kamu ini ada-ada saja yu…kamu lumayan ganteng, pintar. Masa gag ada yang sepesial satupun? Memang kamu gag berubah ya dari dulu, selalu saja begini.”


Canda dan tawa menghiasi pertemuan kita saat itu. Karena masa liburan sudah habis maka Ran harus kembali ke ranah kelahirannya. Lagi-lagi aku harus berpisah dengan Ran.


“Yu aku berharap sama kamu, beberapa tahun lagi jika kita bertemu aku berharap kita sudah mempunyai sesuatu yang berharga. Ok…!!”


Ran membuatku terpaksa mengangguk. Entahlah apa yang dimaksud harapan itu. Dengan seikhlasnya aku lepaskan kepergian Ran, ku pandangi langkah kaki Ran hingga bayang-bayangnya tak lagi terlihat.
Aku kembali disibukkan oleh aktifitas sekolah, mungkin demikian juga Ran, kami hanya mengirim kabar lewat facebook atau sms saja. Namun karena tersibukkan oleh aktifitas sekolah sehingga hal itu jarang aku lakukan.


Aku menjadi idola disekolah, sering kali aku mengikuti perlombaan baik yang berbasis akademik atau perlombaan ekstra yang diadakan sekolah. Begitulah aktifitasku yang menjadi penghibur buatku walau kadang cukup melelahkan. 


Orang tua mana yang tak bangga melihat anak seperti diriku ini, bukan sombong tapi ini realita, bahkan orang tuaku saja kerap kali memberikan hadiah tanpa aku memintanya. Sungguh hidup yang sempurna sepertinya. Namun sering kali kakak-kakakku mengejek aku “Sayang ya pintar-pintar tapi gag punya pacar…hahaha…” Ejeknya jika kami sudah berkumpul dan bercanda. Candaan yang juga kenyataan, karena pada nyatanya begitulah aku. 


Kakak-kakakku sering sekali bercerita tentang pasangan masing-masing. Mereka sepertinya asyik bertukar pikiran mengenai hal itu. Karena kakak pertamaku laki-laki dan yang kedua perempuan, sehingga mereka sangat asyik jika berbincang hal itu. Tapi tidak menurutku, hal itu sama saja buang-buang waktu. 


Keseharianku hanya berkutut pada buku dan juga laptop. Tak salah jika aku harus memakai kacamata tebal. Tapi walau harus begitu, buktinya parasku masih diidolakan disekolah.


Apa lagi saat aku menginjak kelas IX, tak pernah aku berhenti melototi tumpukan buku. Padahal jika hal itupun tak ku lakukan mungkin aku juga masih berperingkat dikelas, namun karena aku sadar bahwa pintar itu relative, maka aku tak mau membuang sedikit waktuku untuk hal-hal yang tak penting. 


suatu saat menjelang ujian akhir aku merasa sangat jenuh, hingga aku meluangkan sedikit waktuku untuk membuka akun facebookku yang terlihat sudah usang, dengan berpuluh-puluh message, permintaan pertemanan dan pemberitahuan. Aku buka message seketika terlihat nama Masih Ran nama dari akun facebook Ran. Dengan cepat aku membuka message dari Ran.


Masih Ran
Bayu….


Masih Ran
Serius bgdh seeh…


Masih Ran
Kamu ok kn??
Sibuk y brow…kok gag pernah nongl di fb…?    


Tiga massage dari Ran, membuat aku sedikit tersenyum. Rupanya Ran ada kangen juga sama aku. Pikirku. Aku ketik huruf demi huruf untuk membalas messagenya.


Bayu Itu Aque
Hahaha…kangen ya…
Sibuk school aj seeh…p lg ni mau uas…


Kemudian terlihat nama Ran muncul di chat.


Masih Ran
Sok sibuk loe…aku jg mau uas kli brow…hehe…
Tumben ol…?


Dengan cepat tanganku bergerak memencet tombol keyboard.


Bayu Itu aque
Hahaha…km ol jga?
Aq jenuh Ran, iseng aj nie ol…hehe
^_^


Masih Ran
Nyantai aj yu…kita sma2 berjuang,
Taruhan yuuuk…


Bayu Itu Aque
About…?


Masih Ran
UAN lah…


Bayi Itu Aqu,
Apa?


Masih Ran
Jadi gni, aq punya idea, tema taruhanny SANG JUARA. Jd wat sp yg brhasil mndptkn nilai trbaik UAN min tngkt skul, dy akn disambangi sma yg klah. Nanti low aq yg menang nih, siap2 nyambangi aq y… hehe…gmn? J


Bayu Itu Aque
Ok bgdh i2 taruhanny…sp tkut…


Masih Ran
Siiippp…selamat bersaing..


Bayu Itu Aque
Eh…video call an yuuk…


Masih Ran
Hemm….sp yg kangn nih…haha…
Gag ah…malu aq kn jlek..haha^_^


Bayu Itu Aque
Ih…km…L


Masih Ran
Hehe…5aph…
Aq off dlu y…peace….J


Bayu Itu Aque
Huh…ok dh…
Met uas…


Kami mengakhiri obrolan di chat. Aku pun segera off. Ran memang selalu begitu, dia tidak pernah takut kalah bersaing. Percaya dirinya sangat tinggi. Tapi tak dapat dipungkiri dia juga pintar dan cerdas. Sudah kerap kali aku kalah saing dengan Ran. Namun aku juga tak pernah takut apapun resikonya.
Hari berganti hari, hingga tibalah saat Ujian Akhir Nasional. Kini aku benar-benar bersaing, bukan hanya dengan Ran saja tapi dengan semuanya.  


Bayu Anjasmara Ramadhani, ya itulah aku. Bukan Bayu jika tak berprestasi itu motifasiku. Aku terbebas dari taruhan Ran, karena aku berhasil meraih nilai tertinggi UAN senasional dengan nilai 5.95. Semua nilaiku hampir komplot 10, hanya B.Indonesia saja yang tak sempurna. Berita prestasiku terdengar hingga wartawan dan awak media, tak jarang stasiun televisi menyorot wajahku sebagai berita popular waktu itu. Aku banyak diwawancarai wartawan, dan tak sedikit dari media cetak pun memuat beritaku. Namun aku juga masih dengan sikapku yang cuek, karena aku memang sering mendapatkan prestasi, meskipun ini adalah pertama pemberitaan tentang aku dan prestasiku. 


Ponselku bordering.


Ran
Selamat ya…ur the best is the best…
Artis mendadak nie…oh…y sedikit kabar buruk,5aph aku blm bsa nyambangi ke t4mu,tp aq jnji bkal ksna kok,tnang jha,taruhnnya msih brjalan…J


Aku sedikit kecewa mendengar kabar dari Ran, padahal aku sudah berharap Ran segera datang sebelum keberangkatanku ke negeri Jiran (Malaysia). Aku mendapatkan beasiswa prestasi keluar negeri, untuk pilihannya aku memilih Negeri Jiran yang tidak terlalu jauh dari Indonesia.


4 tahun kemudian aku kembali lagi ke Indonesia dengan menyandang gelar yang aku peroleh selama menyelami dunia pendidikan di sebuah Universitas di Malaysia.


Kelurgaku menyambut kedatanganku di Bandara. Mereka melampiaskan rasa kangennya dengan memberikan pelukan hangatnya kepadaku. Tiba-tiba mamaku menanyakan sesuatu kepadaku tentang seseorang yang diajaknya ke bandara.


“Kamu lihat dia, gimana menurutmu…?” Tanya mamaku dengan menunjuk salah seorang perempuan yang sedang berbicara dengan kakakku.


“Siapa dia ma?” Tanyaku yang tak pernah melihatnya sebelumnya.


“Ya kamu berikan komentar dulu, bagaimana dia menurutmu?”


“Cantik, manis.” Jawabku seadanya.


“Bagus kalau begitu, dia itu adalah gadis baik yang pernah mama kenal. Dia solekhah lo, dia anak dari pak Wibowo teman mama/papa bisnis. Sungguh dingin hati mama jika melihatnya.”


“Mama punya maksud ya…?” Tanyaku menanggapi pernyataan mama.


“Y….mama pengin kamu dekat dengan dia. Lagian kan selama ini kamu belum pernah cerita ke mama soal cewek kamu, iya kan…? Apa kamu sudah punya?” Tanya mama dengan nada sedikit kecewa.
“Tapi kan ma….”


“Sudahlah kamu coba dulu, ini permintaan terakhir mama…gag ada salahnya kan…?” Bujuk mama.


Aku tak tega jika sudah melihat mama dengan nada lembutnya. Mama selalu memberikan semua yang aku butuhkan, bahkan sesuatu yang tidak aku inginkan pun mereka berikan. Aku hanya ingin membahagiakan mereka bagaimana pun caranya, itu yang pernah ada dihatiku sejak dulu.


Aku hanya mengangguk dengan sedikit tersenum menanggapi permintaan mama. Kemudian gadis itu mendekat dengan menundukkan kepalanya sebagai tanda perkenalan.


“Maya…”


“Bayu…” Jawabku membalas.


Sepertinya dia memang gadis solekhah, parasnya juga manis. Cara berbicaranya kalm. Wajar jika keluargaku tertarik dengannya. Mungkin aku juga demikian, tapi tidak untuk sekarang. Karena dihatiku sudah ada nama satu gadis yang tertanam sejak lama.


Aku sangat merindukan aura ruangan kamarku. Sesampai dirumah aku ingin sekali langsung memeluk springbad empukku. Tapi aku tergoda oleh hidangan di meja makan. Ingin sekali rasanya aku melahap masakan kesukaanku. Dengan cepat tanganku menyahut makanan yang dihidangkan, tapi belum sampai memegang gerakan tanganku dihentikan oleh suara yang mencegahnya.


“Hup…cuci tangan dulu…sana…” Katanya.


Dengan spontan aku menuju kamar mandi. Pikiranku tertuju oleh wanita itu.
Sepertinya aku mengenali suara itu, masak sih Ran….ah bukan…
Aku menepiskan pikiranku. Wanita itu berpenampilan berbeda dengan jilbab yang menutupi rambutnya. Aku juga belum pernah melihat sebelumnya, walau sepertinya aku mengenalnya. Aku mencoba tak menghiraukan,  dengan langsung melahap hidangan dimeja makan.


“Ini minumnya, hati-hati makannya, nanti kesedak lo…” Tegurnya kepadaku. Tanganku dengan cepat menarik tangan wanita itu. Aku menatapnya lama, yang kemudian wanita itu memalingkan pandangannya. Aku segera melepaskan tangannku yang memegang tangannya.


“Maaf…maaf…kamu…??” Aku masih dengan tatapanku yang penasaran akan dirinya.


“Aku ingin membayar hutang taruhan yang pernah aku buat beberapa tahun lalu. Selamat ya…” Dia tersenyum dengan mengangguk-anggukkan kepalanya. Aku semakin yakin bahwa wanita itu…


“Ran...kamu Ran…” Teriakku histeris dengan menutupi mukaku.


“Ya…apa yang membuat kamu lupa kepadaku…?” Tanyanya dengan senyumannya.


“Wau…kamu catik banget Ran…”


Ran hanya tersenyum menanggapi pernyataan dan candaku. Aku langsung menarik Ran untuk menemani aku makan. Aku tak bosan-bosannya memandagi Ran, yang memang berpenampilan berbeda. Dia jauh lebih cantik, wajahnya semakin manis dengan senyum dan lesung pipinya. Sesekali Ran menegurku.


“Pandangan pertama diizinkan…” Tegurnya dengan nada bercanda. Tapi pandanganku tak bergeming.


“Yang selanjutnya adalah zina mata…” Dia masih dengan senyum manisnya. Dengan spontan aku menundukkan kepala. Tapi lirikan mataku juga tak berubah. Ran bersikap dingin tapi masih tersenyum. Dia memerhatikan tingkahku yang mungkin menggemaskan. 


Keesokan harinya aku sekeluarga berkeliling kota dan berkunjung kesalah satu pantai sebagai sambutan kedatanganku. Aku sangat senang dan bahagia dengan perlakuan yang mereka berikan. 


Aku menarik lengan Ran, dan mengajaknya kesuatu tempat dimana kita sering mengunjungi saat kita masih duduk dibangku SD dulu. Dimana kita menciptakan nostalgia yang indah ditempat itu. Perlahan aku pun mencoba membuka mulut, walau hatiku terasa gelisah.


“Ran…”


“Ya…”


Nafasku tak beraturan saat itu. Suaraku terasa lirih.


“Aku…sayang kamu Ran…” 


“Hemmm….” Ran seperti memastikan pernyataan yang keluar dari mulutku.


“Aku sayang, aku cinta, aku suka kamu Ran…” Dengan suara sekeras mungkin aku ungkapkan semua isi hatiku.


“Bayu…kamu…” Ran terkaget mendengar ungkapanku.


“Ya…aku tahu Ran, aku tahu jika cintaku ini hanya akan manis dibibir saja. Tapi aku jujur, aku tak bisa sembunyukan ini semua.” Nada bicaraku semakin tak beraturan. Aku menatap Ran dalam-dalam.


“Maaf jika aku harus katakan semua ini Ran. Bukan aku membagi pikiran dan perasaanku selama ini. Tapi aku hanya ingin kamu tahu akan apa yang aku rasakan Ran. Aku sayang kamu…” Aku semakin menekankan nada bicaraku. Ran berjalan mendekatiku. Parasnya tak berubah, masih tetap tenang dan tersenyum. Dia hanya menarik nafas panjang.


“Yu…aku tidak menyangka jika semua ini akan terjadi. Aku juga sayang, aku juga cinta. Tapi sayang dan cintaku hanya sebagai saudara dan seorang teman saja. Aku suka persahabatan kita yu. Sangat…suka…” 

Ran mengungkapkan isi hatinya dengan menenagkanku. Suaranya lembut dan bijaksana. Nada bicaranya tersedat seperti menahan sesuatu. Aku melihat butiran air mata keluar dari matanya. 


“Yu…aku tak tahu apakah kedatanganku kemari akan semakin membuat kamu sedih. Tapi aku tak berharap demikian. Aku hanya ingin membagi kebahagianku yang juga aku rasa kebahagiaanmu. Kesedihanmu hanya akan membuat aku perih yu. Terimalah ini…” Dengan penjelasan yang panjang lebar Ran menyodorkan sesuatu kepadku. Sebuah undangan, bernama RANINDIA PUSPITA SARI & WAHYU PUTRA ANJASMARA. Mungkin inilah yang diharapkan Ran jika beberapa tahun lagi kita bertemu. Aku menerimanya dengan hati dan perasaan rapuh, tapi inilah kenyataan yang harus aku hadapi. Cintaku manis dibibir.

0 komentar:

Posting Komentar