Masa remaja adalah masa terindah, masa penuh dengan
kenangan, masa penuh dengan kemesraan. Itu kata orang, tapi kataku…
Bayu Anjasmara Ramadhani, itulah namaku. Bayu biasa orang
memanggilku. Mungkin aku adalah anak yang terlahir dengan keadaan yang
beruntung, dengan rumah mewah, keperluan serba tercukupi, saudara yang
sepertinya menyayangiku, orang tua yang selalu perhatian walau kesibukan mereka
juga tak bisa dinomor duakan. Aku bangga, ya mungkin orang lain memandang juga
demikian.
Aku sangat sayang keluargaku, apalagi orang tuaku,
sampai-sampai untuk sekedar membantah kata-katanya saja walau dengan nada sopan
tak tega rasanya. Berbeda dengan kakak-kakakku. Mungkin kita memang terlahir
dengan kepribadian yang berbeda, aku lebih penurut sedangkan kakak-kakakku,
selalu saja mempunyai cara untuk mengelabuhi orang tua, mereka selalu menomor
satukan keinginannya, sekali iya, kedua orang tua pun tak sanggup berkata-kata
lagi.
Sekali lagi aku memang berbeda dengan kakak-kakakku, selain penurut
aku juga lumayan mahir dalam bidang akademik, ya sekiranya aku memang ada
sedikit prestasi yang patut dibanggakan keluargaku, terutama orang tuaku.
Satu lagi keluargaku yang belum aku kenalin, dia adalah
sepupu jauhku, keluarga dari kakekku. Padahal saudara sepupuku juga banyak,
lantas kenapa dia yang aku sebutin, sebagai alasannya, itu karena dia berperan
penting dalam hidupku. Namanya Ranindia Puspita Sari.
Saat itu aku kelas IV SD, meski pintar tapi aku agak cuek,
itulah yang membuatku tak banyak mempunyai teman. Namun setelah kedatangan Ran
di sekolahku, rasanya aku tak pernah kesepian, karena dia selalu ada untukku.
Dia adalah saudara juga teman yang baik, perhatian, juga tak kalah pintar dari
aku. Semenjak kedatangannya di sekolahku sering kali peringkatku terambil alih
olehnya, walau kadang aku merasa tersaingi, tapi aku maklum saja, saingan dalam
bidang akademik kan oke-oke saja.
“Ye…aku menang…aku menang…” Teriakku sambil
menghabur-hanburkan uang monopoli saat aku Ran dan kakak-kakakku sedang asyik
main monopoli.
Aku jarang sekali mendapatkan kesempatan menang, pasti Ran
kalau tidak kakakku yang menang, itulah sebabnya aku senang sekali ketika bisa
mengalahkan mereka.
“Ran…Ran…kamu dimana?” Teriakku saat kami sedang bermain
petak umpet.
“Delung….” Teriak Ran sambil memegang tembok sebagai tempat
start dan finishnya.
Ran selalu begitu saat bermain, tiba-tiba saja muncul,
entahlah dia bersembunyi dimana, sehingga menyulitkanku untuk mencarinya. Ran
sangat cerdas bersetrategi dan lincah dalam bermain. Masa kecil kami memang
penuh kenangan. Kami adalah saudara dan juga teman. Tapi Sekolah Menengah
Pertamalah (SMP) sebagai pemisah antara kita, Ran yang harus kembali ke daerah
asalnya bersama dengan keluarganya disana, dan aku juga harus menetap di mana
aku dilahirkan. Sedih rasanya kehilangan saudara juga teman yang selama ini tak
pernah aku jumpai. Tapi apa harus dikata, semuanya harus terjadi.
“Ran…kamu hati-hati ya disana, jangan lupa Ran sekali-kali
kirim kabar ke aku…”
“Iya yu, kita kan saudara, jadi pasti suatu saat nanti kita
akan bertemu lagi, kapan-kapan kamu maen ke tempatku…” Pesan Ran kepadaku.
Saat itulah aku dan Ran tak lagi berkomunikasi. Aku hanya
bisa memandangi Ran dari balik album photo yang ada di albumku. Tapi lama-lama
aku tak melakukan itu, karena hanya akan menambah rasa kangenku pada saudara
juga sahabatku itu.
Tahun ketahun aku lalui dengan aktifitasku. Kini aku
beranjak remaja. Kepribadianku sering disanjung oleh kebanyakan orang, terlebih
kaum hawa. Dari mulai aku pintar, manis, ganteng, tajir, apalagi lah yang
mungkin bisa membuatku terbang melayang jika aku tak menjadi diriku yang
sekarang. Tapi karena aku tipe orang yang cuek dan pendiam, kadang aku lebih
memilih aktifitasku daripada sanjungan mereka yang menurutku hanya membuang-buang
waktu saja.
“Bayu…kamu lagi jomblo kan…? Aku bersedia lo jadi cewek
kamu…” Kata-kata basi yang sering aku dengar dari bibir sekian cewek yang
berusaha mendekatiku. Tak bosan sepertinya mereka merayu bahkan menggombal,
yang kadang aku geli mendengarnya. Padahal sedikitpun aku tak memberi
tanggapan.
Tiba-tiba handphoneku berdering, aku tak bergeming
membukanya, mungkin juga dari cewek-cewek fansku, salah satu hal yang membuatku
malas membaca sms yang isinya sebuah rayuan. Namun kali ini benar-benar
membuatku menyesal, aku menyesal karena prasangkaku salah. Aku baru membuka sms
tersebut sore hari setelah terbangun dari tidur siangku.
Ran
Bayu apa kabar?
Aku terjungkit ketika membaca sms atas nama pengirim Ran,
bahkan aku membacanya berulang kali, padahal isinya hanya menanyakan kabar,
itupun tak akan berubah isi jika akupun berulang kali membaca. Aku segera
menmbalas sms Ran, berharap mendapatkan balasan secepatnya, sehingga aku bisa
berbincang walau lewat short message saja. Hingga beberapa detik, menit bakan
jam balasan smsku tak terjawab. Aku hanya mendengus, sedikit menyesal karena
tak menggiraukan smsnya. Tiap kali hp ku berdering, yang terlihat hanya
nama-nama cewek yang tak ku harapkan. Itu yang semakin membuatku kesal.
Tapi kadang aku juga berpikir, kenapa hanya Ran yang bisa
membuatku semangat, padahal aku tak berpikir tentang Ran, pikiranku hanya
berkata jika Ran adalah sahabatku, tapi kenapa sepertinya dia berbeda dari
cewek-cewek lainnya. Sejak saat itulah perasaan aneh tentang Ran mulai
muncul, tapi aku harus menepisnya, karena bagaimanapun Ran adalah saudaraku
sendiri. Aku selalu mengalihkan pikiran setiap kali teringat Ran, karena aku
tak mau perasaan ini semakin menjadi, aku bertambah remaja jadi aku sedikit
paham jika yang aku rasa ini bukan
sembarang perasaan, melainkan perasaan yang mempunyai makna.
“Bayu…besog ada reuni keluarga, kamu ikut ya…” Ajak kakak
tertuaku.
“Besog aku ada kegiatan sekolah kak…” Jawabku seadanya,
sambil sibuk mengetik mengerjakan kegiatan ekstra sekolah.
“Ayolah bayu, kapan lagi kita kumpul-kumpul…ini reuni akbar
lo di rumah kakek nenek…ikut ya…”
Kakakku tak hentinya membujuk aku, hingga aku merelakan
untuk absen mengikuti kegiatan sekolah.
Acara reuni berlangsung semakin membosankan, aku sedikitpun
tak tertarik dengan acara yang diselenggarakan. Aku memilih untuk memojok
diteras rumah kakek dan nenek yang lumayan besar. Kakak-kakakku asik dengan
obrolannya, dan aku menyendiri hanya ditemani segelas minuman. Tiba-tiba
lamunanku dikagetkan oleh suara yang memanggilku berulang-ulang.
“Bayu…yu…Bayu…kesambet loe nglamun terus…”
Suara itu membuatku terkaget, aku hanya melotot dibuatnya.
“He…bayu…kamu fine kan…? Suara itu menyakinkan keadaanku.
“Kamu…Ran…???” Teriakku histeris dengan mengoyang-goyangkan
bahunya.
“Iya…Ranindia Puspita Sari…Kamu ingat aku?”
“Ya ingat lah Ran…”
Ran sepertinya merasa aneh dengan sikapku yang seperti
kangen berlebihan, tapi dia tak berkata apa-apa mengenai itu, dia tersenyum
bahkan kami bernostalgia dengan masa lalu. Acara reuni semakin membuatku betah
dan nyaman. Aku tak pernah menyangka bahwa aku bisa bertemu lagi dengan Ran,
mimpi pun aku tak pernah, bahkan aku sudah tak berharap bisa bertemu lagi
dengannya. Namun kali ini entah lah angin dari mana yang membawa salam kangenku
kepadanya hingga walau jauh dia sempatkan untuk berkunjung. Kebetulan sekali
Ran tinggal untuk beberapa hari, jadi masih ada hari esok untuk melanjutkan
nostalgia atau untuk mencetak kenangan baru bersama. Sungguh ini membuatku
merasa lega setelah 4 tahun tak bertemu dengan Ran.
Ran masih sama seperti Ran yang aku kenali dulu, dia masih
baik, pribadinya membuatku nyaman setiap kali berbincang dengannya. Kami
bertemu setelah beranjak remaja dengan usia aku 18 tahun dan Ran 17 tahun. Kami
bercakap berbagai cerita, dari mulai aktifitas sekolah hingga kehidupan
pribadi. Sesekali aku memandangi wajah Ran yang semakin manis dengan senyumnya.
Aku tak pernah menemukan sahabat seperti Ran. Kenyamanan saat aku bercakap
dengannya membuatku tak ingin berpisah dengan Ran. Ran menceritakan semua
permasalahannya, masalah seseorang yang pernah ada dalam hidup Ran. Hatiku
terasa hancur berkeping, entahlah ini pertanda apa. Namun aku masih menanggapi
dan sekali-kali mencoba memberikan sedikit petuah untuk Ran. Ternyata Ran mempunyai
masa lalu, tak seperti aku yang satupun tak pernah dekat dengan seorang cewek.
“Bayu teman sepesial kamu siapa? Cerita dunk…” Tanya Ran
kepadaku.
Aku gugup menjawabnya, namun akupun bercerita seadanya
kepada Ran.
“Sejak kapan aku punya teman sepesial Ran. Selama ini
sahabat plus saudaraku ya kamu...”
“Kamu ini ada-ada saja yu…kamu lumayan ganteng, pintar. Masa
gag ada yang sepesial satupun? Memang kamu gag berubah ya dari dulu, selalu
saja begini.”
Canda dan tawa menghiasi pertemuan kita saat itu. Karena
masa liburan sudah habis maka Ran harus kembali ke ranah kelahirannya.
Lagi-lagi aku harus berpisah dengan Ran.
“Yu aku berharap sama kamu, beberapa tahun lagi jika kita
bertemu aku berharap kita sudah mempunyai sesuatu yang berharga. Ok…!!”
Ran membuatku terpaksa mengangguk. Entahlah apa yang
dimaksud harapan itu. Dengan seikhlasnya aku lepaskan kepergian Ran, ku
pandangi langkah kaki Ran hingga bayang-bayangnya tak lagi terlihat.
Aku kembali disibukkan oleh aktifitas sekolah, mungkin
demikian juga Ran, kami hanya mengirim kabar lewat facebook atau sms saja. Namun
karena tersibukkan oleh aktifitas sekolah sehingga hal itu jarang aku lakukan.
Aku menjadi idola disekolah, sering kali aku mengikuti
perlombaan baik yang berbasis akademik atau perlombaan ekstra yang diadakan
sekolah. Begitulah aktifitasku yang menjadi penghibur buatku walau kadang cukup
melelahkan.
Orang tua mana yang tak bangga melihat anak seperti diriku
ini, bukan sombong tapi ini realita, bahkan orang tuaku saja kerap kali
memberikan hadiah tanpa aku memintanya. Sungguh hidup yang sempurna sepertinya.
Namun sering kali kakak-kakakku mengejek aku “Sayang ya pintar-pintar tapi
gag punya pacar…hahaha…” Ejeknya jika kami sudah berkumpul dan bercanda.
Candaan yang juga kenyataan, karena pada nyatanya begitulah aku.
Kakak-kakakku sering sekali bercerita tentang pasangan
masing-masing. Mereka sepertinya asyik bertukar pikiran mengenai hal itu.
Karena kakak pertamaku laki-laki dan yang kedua perempuan, sehingga mereka
sangat asyik jika berbincang hal itu. Tapi tidak menurutku, hal itu sama saja
buang-buang waktu.
Keseharianku hanya berkutut pada buku dan juga laptop. Tak
salah jika aku harus memakai kacamata tebal. Tapi walau harus begitu, buktinya
parasku masih diidolakan disekolah.
Apa lagi saat aku menginjak kelas IX, tak pernah aku
berhenti melototi tumpukan buku. Padahal jika hal itupun tak ku lakukan mungkin
aku juga masih berperingkat dikelas, namun karena aku sadar bahwa pintar itu
relative, maka aku tak mau membuang sedikit waktuku untuk hal-hal yang tak
penting.
suatu saat menjelang ujian akhir aku merasa sangat jenuh,
hingga aku meluangkan sedikit waktuku untuk membuka akun facebookku yang
terlihat sudah usang, dengan berpuluh-puluh message, permintaan pertemanan dan
pemberitahuan. Aku buka message seketika terlihat nama Masih Ran nama
dari akun facebook Ran. Dengan cepat aku membuka message dari Ran.
Masih Ran
Bayu….
Masih Ran
Serius bgdh seeh…
Masih Ran
Kamu ok kn??
Sibuk y brow…kok gag pernah nongl di fb…?
Tiga massage dari Ran, membuat aku sedikit tersenyum.
Rupanya Ran ada kangen juga sama aku. Pikirku. Aku ketik huruf demi huruf
untuk membalas messagenya.
Bayu Itu Aque
Hahaha…kangen ya…
Sibuk school aj seeh…p lg ni mau uas…
Kemudian terlihat nama Ran muncul di chat.
Masih Ran
Sok sibuk loe…aku jg mau uas kli brow…hehe…
Tumben ol…?
Dengan cepat tanganku bergerak memencet tombol keyboard.
Bayu Itu aque
Hahaha…km ol jga?
Aq jenuh Ran, iseng aj nie ol…hehe
^_^
Masih Ran
Nyantai aj yu…kita sma2 berjuang,
Taruhan yuuuk…
Bayu Itu Aque
About…?
Masih Ran
UAN lah…
Bayi Itu Aqu,
Apa?
Masih Ran
Jadi gni, aq punya idea, tema taruhanny SANG JUARA. Jd
wat sp yg brhasil mndptkn nilai trbaik UAN min tngkt skul, dy akn disambangi
sma yg klah. Nanti low aq yg menang nih, siap2 nyambangi aq y… hehe…gmn? J
Bayu Itu Aque
Ok bgdh i2 taruhanny…sp tkut…
Masih Ran
Siiippp…selamat bersaing..
Bayu Itu Aque
Eh…video call an yuuk…
Masih Ran
Hemm….sp yg kangn nih…haha…
Gag ah…malu aq kn jlek..haha^_^
Bayu Itu Aque
Ih…km…L
Masih Ran
Hehe…5aph…
Aq off dlu y…peace….J
Bayu Itu Aque
Huh…ok dh…
Met uas…
Kami mengakhiri obrolan di chat. Aku pun segera off. Ran
memang selalu begitu, dia tidak pernah takut kalah bersaing. Percaya dirinya
sangat tinggi. Tapi tak dapat dipungkiri dia juga pintar dan cerdas. Sudah
kerap kali aku kalah saing dengan Ran. Namun aku juga tak pernah takut apapun
resikonya.
Hari berganti hari, hingga tibalah saat Ujian Akhir
Nasional. Kini aku benar-benar bersaing, bukan hanya dengan Ran saja tapi
dengan semuanya.
Bayu Anjasmara Ramadhani, ya itulah aku. Bukan Bayu jika tak
berprestasi itu motifasiku. Aku terbebas dari taruhan Ran, karena aku berhasil
meraih nilai tertinggi UAN senasional dengan nilai 5.95. Semua nilaiku hampir
komplot 10, hanya B.Indonesia saja yang tak sempurna. Berita prestasiku
terdengar hingga wartawan dan awak media, tak jarang stasiun televisi menyorot
wajahku sebagai berita popular waktu itu. Aku banyak diwawancarai wartawan, dan
tak sedikit dari media cetak pun memuat beritaku. Namun aku juga masih dengan
sikapku yang cuek, karena aku memang sering mendapatkan prestasi, meskipun ini
adalah pertama pemberitaan tentang aku dan prestasiku.
Ponselku bordering.
Ran
Selamat ya…ur the best is the best…
Artis mendadak nie…oh…y sedikit kabar buruk,5aph aku blm
bsa nyambangi ke t4mu,tp aq jnji bkal ksna kok,tnang jha,taruhnnya msih
brjalan…J
Aku sedikit kecewa mendengar kabar dari Ran, padahal aku
sudah berharap Ran segera datang sebelum keberangkatanku ke negeri Jiran
(Malaysia). Aku mendapatkan beasiswa prestasi keluar negeri, untuk pilihannya
aku memilih Negeri Jiran yang tidak terlalu jauh dari Indonesia.
4 tahun kemudian aku kembali lagi ke Indonesia dengan
menyandang gelar yang aku peroleh selama menyelami dunia pendidikan di sebuah
Universitas di Malaysia.
Kelurgaku menyambut kedatanganku di Bandara. Mereka
melampiaskan rasa kangennya dengan memberikan pelukan hangatnya kepadaku.
Tiba-tiba mamaku menanyakan sesuatu kepadaku tentang seseorang yang diajaknya
ke bandara.
“Kamu lihat dia, gimana menurutmu…?” Tanya mamaku dengan
menunjuk salah seorang perempuan yang sedang berbicara dengan kakakku.
“Siapa dia ma?” Tanyaku yang tak pernah melihatnya
sebelumnya.
“Ya kamu berikan komentar dulu, bagaimana dia menurutmu?”
“Cantik, manis.” Jawabku seadanya.
“Bagus kalau begitu, dia itu adalah gadis baik yang pernah
mama kenal. Dia solekhah lo, dia anak dari pak Wibowo teman mama/papa bisnis.
Sungguh dingin hati mama jika melihatnya.”
“Mama punya maksud ya…?” Tanyaku menanggapi pernyataan mama.
“Y….mama pengin kamu dekat dengan dia. Lagian kan selama ini
kamu belum pernah cerita ke mama soal cewek kamu, iya kan…? Apa kamu sudah
punya?” Tanya mama dengan nada sedikit kecewa.
“Tapi kan ma….”
“Sudahlah kamu coba dulu, ini permintaan terakhir mama…gag
ada salahnya kan…?” Bujuk mama.
Aku tak tega jika sudah melihat mama dengan nada lembutnya.
Mama selalu memberikan semua yang aku butuhkan, bahkan sesuatu yang tidak aku
inginkan pun mereka berikan. Aku hanya ingin membahagiakan mereka bagaimana pun
caranya, itu yang pernah ada dihatiku sejak dulu.
Aku hanya mengangguk dengan sedikit tersenum menanggapi
permintaan mama. Kemudian gadis itu mendekat dengan menundukkan kepalanya
sebagai tanda perkenalan.
“Maya…”
“Bayu…” Jawabku membalas.
Sepertinya dia memang gadis solekhah, parasnya juga manis.
Cara berbicaranya kalm. Wajar jika keluargaku tertarik dengannya. Mungkin aku
juga demikian, tapi tidak untuk sekarang. Karena dihatiku sudah ada nama satu
gadis yang tertanam sejak lama.
Aku sangat merindukan aura ruangan kamarku. Sesampai dirumah
aku ingin sekali langsung memeluk springbad empukku. Tapi aku tergoda oleh
hidangan di meja makan. Ingin sekali rasanya aku melahap masakan kesukaanku.
Dengan cepat tanganku menyahut makanan yang dihidangkan, tapi belum sampai
memegang gerakan tanganku dihentikan oleh suara yang mencegahnya.
“Hup…cuci tangan dulu…sana…” Katanya.
Dengan spontan aku menuju kamar mandi. Pikiranku tertuju
oleh wanita itu.
Sepertinya aku mengenali suara itu, masak sih Ran….ah
bukan…
Aku menepiskan pikiranku. Wanita itu berpenampilan berbeda
dengan jilbab yang menutupi rambutnya. Aku juga belum pernah melihat
sebelumnya, walau sepertinya aku mengenalnya. Aku mencoba tak
menghiraukan, dengan langsung melahap
hidangan dimeja makan.
“Ini minumnya, hati-hati makannya, nanti kesedak lo…”
Tegurnya kepadaku. Tanganku dengan cepat menarik tangan wanita itu. Aku menatapnya
lama, yang kemudian wanita itu memalingkan pandangannya. Aku segera melepaskan
tangannku yang memegang tangannya.
“Maaf…maaf…kamu…??” Aku masih dengan tatapanku yang
penasaran akan dirinya.
“Aku ingin membayar hutang taruhan yang pernah aku buat
beberapa tahun lalu. Selamat ya…” Dia tersenyum dengan mengangguk-anggukkan
kepalanya. Aku semakin yakin bahwa wanita itu…
“Ran...kamu Ran…” Teriakku histeris dengan menutupi mukaku.
“Ya…apa yang membuat kamu lupa kepadaku…?” Tanyanya dengan
senyumannya.
“Wau…kamu catik banget Ran…”
Ran hanya tersenyum menanggapi pernyataan dan candaku. Aku
langsung menarik Ran untuk menemani aku makan. Aku tak bosan-bosannya memandagi
Ran, yang memang berpenampilan berbeda. Dia jauh lebih cantik, wajahnya semakin
manis dengan senyum dan lesung pipinya. Sesekali Ran menegurku.
“Pandangan pertama diizinkan…” Tegurnya dengan nada
bercanda. Tapi pandanganku tak bergeming.
“Yang selanjutnya adalah zina mata…” Dia masih dengan senyum
manisnya. Dengan spontan aku menundukkan kepala. Tapi lirikan mataku juga tak
berubah. Ran bersikap dingin tapi masih tersenyum. Dia memerhatikan tingkahku
yang mungkin menggemaskan.
Keesokan harinya aku sekeluarga berkeliling kota dan
berkunjung kesalah satu pantai sebagai sambutan kedatanganku. Aku sangat senang
dan bahagia dengan perlakuan yang mereka berikan.
Aku menarik lengan Ran, dan mengajaknya kesuatu tempat
dimana kita sering mengunjungi saat kita masih duduk dibangku SD dulu. Dimana
kita menciptakan nostalgia yang indah ditempat itu. Perlahan aku pun mencoba
membuka mulut, walau hatiku terasa gelisah.
“Ran…”
“Ya…”
Nafasku tak beraturan saat itu. Suaraku terasa lirih.
“Aku…sayang kamu Ran…”
“Hemmm….” Ran seperti memastikan pernyataan yang keluar dari
mulutku.
“Aku sayang, aku cinta, aku suka kamu Ran…” Dengan suara
sekeras mungkin aku ungkapkan semua isi hatiku.
“Bayu…kamu…” Ran terkaget mendengar ungkapanku.
“Ya…aku tahu Ran, aku tahu jika cintaku ini hanya akan manis
dibibir saja. Tapi aku jujur, aku tak bisa sembunyukan ini semua.” Nada
bicaraku semakin tak beraturan. Aku menatap Ran dalam-dalam.
“Maaf jika aku harus katakan semua ini Ran. Bukan aku
membagi pikiran dan perasaanku selama ini. Tapi aku hanya ingin kamu tahu akan
apa yang aku rasakan Ran. Aku sayang kamu…” Aku semakin menekankan nada
bicaraku. Ran berjalan mendekatiku. Parasnya tak berubah, masih tetap tenang
dan tersenyum. Dia hanya menarik nafas panjang.
“Yu…aku tidak menyangka jika semua ini akan terjadi. Aku
juga sayang, aku juga cinta. Tapi sayang dan cintaku hanya sebagai saudara dan
seorang teman saja. Aku suka persahabatan kita yu. Sangat…suka…”
Ran
mengungkapkan isi hatinya dengan menenagkanku. Suaranya lembut dan bijaksana.
Nada bicaranya tersedat seperti menahan sesuatu. Aku melihat butiran air mata
keluar dari matanya.
“Yu…aku tak tahu apakah kedatanganku kemari akan semakin
membuat kamu sedih. Tapi aku tak berharap demikian. Aku hanya ingin membagi
kebahagianku yang juga aku rasa kebahagiaanmu. Kesedihanmu hanya akan membuat
aku perih yu. Terimalah ini…” Dengan penjelasan yang panjang lebar Ran
menyodorkan sesuatu kepadku. Sebuah undangan, bernama RANINDIA PUSPITA SARI & WAHYU PUTRA ANJASMARA. Mungkin inilah
yang diharapkan Ran jika beberapa tahun lagi kita bertemu. Aku menerimanya
dengan hati dan perasaan rapuh, tapi inilah kenyataan yang harus aku hadapi.
Cintaku manis dibibir.